> >

Rafael Pakai Modus Pinjam Nama untuk Transaksi, Abraham Samad: Biasanya Itu Pencucian Uang

Hukum | 28 Februari 2023, 07:19 WIB
Mantan Ketua KPK Abraham Samad bersama Koalisi Masyarakat Sipil serta sejumlah tokoh mendatangi kantor KPK, Jakarta, Jumat (3/5/2019). (Sumber: TRIBUNNEWS.COM/ILHAM RYAN PRATAMA )

JAKARTA, KOMPAS.TV - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad, menanggapi temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK terkait adanya temuan ganjil yang dilakukan bekas pajabat Ditjen Pajak, Rafael Alun Trisambodo.

Diketahui, temuan PPATK menyatakan Rafael Alun Trisambodo diduga menggunakan nama orang lain (nominee) untuk membuka rekening dan melakukan transaksi.

Baca Juga: Mario Minta Maaf ke David dan Keluarganya, Disampaikan Lewat Pengacara yang Datang Langsung ke RS

Terkait temuan tersebut, Abraham Samad menuturkan bahwa praktik nominee atau pinjam nama tersebut bisa terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Adapun nomine diketahui merupakan penggunaan nama orang lain yang biasanya digunakan sebagai modus bagi pelaku untuk melakukan korupsi dalam TPPU.

Meskipun demikian, kata Abraham Samad, sebelum mengarah ke TPPU, pidana pokok dari dugaan TPPU tersebut harus dicari terlebih dahulu.

“Iya bisa pencucian uang, bisa. Dicari dulu pidana pokoknya, kan begini pencucian uang harus ada dulu pidana pokoknya,” kata Abraham Samad dikutip dari Kompas.com pada Senin (27/2/2023).

Baca Juga: Update Kondisi David Korban Penganiayaan Mario: Sudah Bisa Buka Mata, Alat Bantu Tak Lagi Dipasang

Abraham Samad menjelaskan, sebelum menyelidiki dugaan TPPU pelaku tindak pidana korupsi, penegak hukum biasanya terlebih dahulu mengusut dugaan suap dan gratifikasi.

Sebab, dugaan suap dan gratifikasi, kata dia, merupakan tindak pidana korupsi yang biasanya dilakukan oleh para pejabat.

Setelah mereka ditetapkan menjadi tersangka kasus suap dan gratifikasi, lanjut Samad, barulah aparat akan menelusuri dugaan pencucian uang dari hasil tindak pidana korupsi tersebut.

“Baru dihubungkan dengan TPPU, harusnya begitu mekanismenya,” ujar Samad. “Dan kalau ada begitu kan rata-rata penyuapan dan gratifikasi kan kalau penyelenggara negara.”

Baca Juga: Mario Harusnya Magang saat Hari Kejadian, tapi Malah Jemput Pacarnya hingga Berujung Aniaya David

Adapun Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana sebelumnya mengatakan bahwa Rafael melakukan transaksi ganjil yang tidak sesuai dengan profilnya selaku pejabat Eselon III.

 

Rafael Alun Trisambodo diduga menggunakan nama orang lain atau nominee untuk membuka rekening dan melakukan transaksi.

“Signifikan tidak sesuai profil yang bersangkutan dan menggunakan pihak-pihak yang patut diduga sebagai nominee atau perantaranya,” kata Ivan kepada wartawan pada Jumat (24/2/2023).

Ivan menuturkan bahwa laporan hasil analisis (LHA) transaksi janggal yang dilakukan Rafael sebenarnya telah diserahkan ke KPK pada 2017. Namun, Samad mengaku tidak mengingat soal LHA tersebut.

Baca Juga: Ketika Pacar Mario Minta Namanya Dibersihkan dari Kasus Penganiayaan David, Mengaku Tak Terlibat

Menurut Samad, jika PPATK mengendus transaksi ganjil, pimpinan lembaga tersebut saat itu, Muhammad Yusuf akan langsung datang ke Gedung KPK.

“Seingat saya dulu yang biasa dikonsultasikan Pak Yusuf itu masalah Century, yang besar-besar begitu,” tutur dia.

Seperti diketahui, harta Rafael Alun Trisambodo berdasarkan LHKPN senilai Rp 56,1 miliar menjadi sorotan setelah anaknya, Mario Dandy Satrio menganiaya anak petinggi GP Ansor.

Gaya hidup Mario Dandy kemudian menjadi sorotan publik karena kerap memamerkan kemewahan di media sosialnya.

Baca Juga: Kata Polisi Kemungkinan Mario Dijerat Pasal Percobaan Pembunuhan Berencana, Terancam 15 Tahun Bui

KPK kemudian mengundang Rafael ke KPK pada Rabu (1/3/2023) untuk dimintai klarifikasi mengenai asal usul hartanya tersebut.

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas.com


TERBARU