> >

Mantan Kepala BAIS: Richard Eliezer Sebaiknya Tak Kembali ke Polri, Bahaya Bisa-bisa Dikerjai Dia

Hukum | 20 Februari 2023, 09:03 WIB
Terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Richard Eliezer alias Bharada E. (Sumber: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, disebut sebaiknya tidak kembali menjadi anggota Polri.

Sebab, bahaya akan mengintai Richard Elizer jika tetap memaksakan diri kembali aktif berdinas di Korps Bhayangkara tersebut.

Baca Juga: Pengamat dari ISESS Sebut Peluang Richard Eliezer Kembali ke Polri Sudah Tertutup: Dia Harus Legowo

Demikian hal tersebut disampaikan oleh mantan Kepala Badan Intelijen Strategis atau BAIS TNI Soleman Ponto. Menurut Soleman, institusi Polri sudah bukan tempat Richard Eliezer lagi untuk berkarier.

"Kalau saya melihat ini teguran Tuhan buat Eliezer. Itu (kepolisian) sudah bukan tempat untuk dia lagi,” kata Soleman Ponto dikutip dari Kompas.com.

“Ingat, adiknya Yosua masih ada. Teman-temannya Yosua juga masih ada. Siapa yang bisa jamin di antara mereka tidak ada yang sakit hati?"

Selain itu, Soleman juga menyinggung adanya potensi dari sejumlah pihak yang merasa tidak puas terhadap vonis hakim atas kasus pembunuhan berencana Brigadir J ini.

Misalnya, kata Soleman, ketidakpuasan bisa terjadi di kalangan keluarga atau rekan mantan atasan Richard Eliezer, yakni Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.

Terlebih, vonis majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang dijatuhkan kepada Ferdy Sambo sangat berat yaitu hukuman mati. Juga Putri Candrawathi yang divonis 20 tahun penjara.

"Bisa-bisa dikerjai dia (Richard) nanti. Itu kan bahaya juga buat dia," ujar Soleman.

Baca Juga: LPSK Tegaskan Bakal Terus Lindungi Richard Eliezer hingga Bebas dari Penjara

Menurut Soleman, bagi Richard Eliezer, masih ada jalan lain untuk mengabdi kepada negara ketimbang tetap bertahan menjadi anggota kepolisian.

 

Misalnya, kata dia, Richard Eliezer bisa melanjutkan karier dengan mengambil kuliah hukum. Kelak, dia bisa menjadi pengacara. Peluang tersebut dinilai memungkinkan mengingat usia Richard Eliezer yang masih muda.

"Dia kan masih muda. Dia bisa nanti sekolah hukum, 4-5 tahun, kemudian lulus jadi pengacara yang baik,” ucap Soleman. 

“Nanti kalau jadi pengacara, dia bisa membela orang-orang yang ada di posisi sulit seperti dia.”

Sementara pesannya kepada institusi Polri, Soleman menyarankaran agar tidak mempertahankan Richard Eliezer sebagai anggotanya. 

Soleman mengaku khawatir bakal terjadi polemik jika Richard Eliezer tetap menjadi polisi.

"Menurut saya sebaiknya Polri tidak mempertahankan Eliezer. Tapi lebih baik lagi kalau Eliezer memilih untuk merelakan kariernya sebagai polisi," kata Soleman.

Sementara itu, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyebut peluang Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E untuk kembali menjadi anggota polri sudah tertutup.

Baca Juga: Hakim Albertina Ho Buka Suara soal Peluang Ferdy Sambo Lolos dari Hukuman Mati

Hal tersebut dia sampaikan merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri.

“Merujuk pada PP Nomor 1 Tahun 2003, peluang kembali menjadi anggota Polri maupun PNS Polri untuk seorang anggota yang sudah divonis pidana itu sudah tertutup,” kata Bambang saat dihubungi di Jakarta, Kamis (16/2/2023).

Bambang mengatakan Richard Eliezer harus legowo diberhentikan dari Polri. Menurutnya, apa yang dialami Richard merupakan risiko seorang bawahan dalam menjalankan perintah atasan.

Bambang mengatakan, pengalaman Richard Eliezer menjalankan perintah atasannya Ferdy Sambo untuk menembak rekannya sendiri yakni Brigadir J hendaknya menjadi pembelajaran.

Dari peristiwa itu, Bambang menuturkan, bahwa anggota polisi agar meletakkan kepatuhan kepada peraturan, bukan kepada perintah atasan.

“Ini harus menjadi pelajaran semua personel Polri, dalam kondisi bukan perang, atau di medan operasi keamanan agar tegak lurus pada aturan bukan pada perintah atasan,” ujar Bambang.

Dalam sidang etik, kata Bambang, pilihan Richard Eliezer untuk patuh kepada atasannya dengan menjalankan perintah menembak rekannya sendiri merupakan bentuk ketidakprofesionalan.

Baca Juga: Ricky Rizal Banding, Pengacara: Harus Ada Keadilan untuk Orang yang Berani Tolak Perintah Jenderal

Terlebih, pada saat menjalankan perintah tersebut, Richard Eliezer bukan dalam situasi perang atau operasi keamanan.

Artinya, dalam kondisi normal menjalankan perintah atasan tanpa berpikir pada aturan tetap tidak bisa dibenarkan pada anggota Brimob sekalipun.

“Kita ingin membangun polisi yang profesional atau tidak? Kalau taat pada pimpinan untuk melakukan hal yang salah diampuni, artinya kita permisif pada pelanggaran dan jauh dari semangat membangun polisi profesional,” katanya.

Bambang menekankan sidang etik terhadap Richard Eliezer harus segera dilaksanakan. Putusan etik itu nantinya akan merujuk pada PP Nomor 1 Tahun 2003.

Apabila Richard Eliezer tidak dijatuhkan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH) oleh komisi etik Polri, maka hal itu dapat menjadi preseden buruk.

Sebab, personel kepolisian yang melakukan tindak pidana bisa diterima sebagai anggota Polri hanya karena sekadar menerima perintah atasan.

Menurut Bambang, Richard Eleizer berpotensi terkena sanksi PTDH meskipun vonis yang diterimanya kurang dari dua tahun. 

Baca Juga: Bukan Ketakutan, Jaksa Sebut Bharada E Tembak Brigadir J karena Loyal pada Ferdy Sambo

Sebab, aturan tentang masa tahanan kurang atau lebih dari lima tahun hanya ada dalam peraturan kapolri (Perkap). Sementara dalam tata perundangan, peraturan pemerintah (PP) lebih tinggi dari perkap.

“Kalau perkap bertentangan dengan PP, otomatis pasal dalam perkap itu gugur dengan sendirinya,” ujar Bambang.

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV/Kompas.com


TERBARU