> >

Pengamat Nilai Kadar Politik Identitas di Indonesia Tidak Separah Amerika Serikat

Rumah pemilu | 5 Januari 2023, 06:20 WIB
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, dalam Satu Meja The Forum, Kompas TV, Rabu (4/1/2023), menyebut kadar politik identitas di Indonesia tidak separah yang ada di Amerika Serikat maupun Eropa, namun bukan berarti ancamannya lebih rendah. (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Kadar politik identitas di Indonesia tidak separah yang ada di Amerika Serikat maupun Eropa, namun bukan berarti ancamannya lebih rendah, karena Indonesia lebih plural.

Burhanuddin Muhtadi, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, mengatakan politik identitas merupakan fenomena global.

“Sebenarnya ini tidak unik Indonesia,” tuturnya dalam Satu Meja The Forum, Kompas TV, Rabu (4/1/2023).

“Bahkan kalau kita bandingkan dengan Amerika Serikat atau Eropa, itu kadar politik identitas kita tidak separah mereka. Polarisasi di sana itu jauh lebih rumit.”

Tetapi, lanjut dia, bukan berarti ancaman politik identitas itu lebih rendah, karena bagaimanapun, masyarakat Indonesia lebih plural.

“Jadi, terlalu berisiko kalau misalnya para calon, calon presiden atau partai politik menggunakan politik identitas sebagai bahan bakar untuk mencari suara.”

Baca Juga: Sosialisasi Peraturan KPU dan JDIH Pemilu

Namun, lanjut dia, seruan semacam ini sebenarnya normatif, karena politikus hanya mengenal menang atau kalah dalam kamus politik mereka.

“Buat politikus, mereka hanya mengenal dua kata dalam kamus politik mereka, menang atau kalah.”

“Karenanya, politik identitas sangat mungkin dipakai oleh siapa pun calon, yang  punya kesempatan untuk memaksimalkan,” imbuh Burhanuddin.

Yang penting, menurut dia, adalah penyelenggara perhelatan pemilihan umum tersebut, baik KPU, Bawaslu, plus pemerintah.

“Punya aturan main atau tidak, kapan sesuatu itu disebut politik identitas dan tidak boleh, dan kapan dibolehkan.”

Mengenai potensi konflik menjelang tahun Pemilu 2024, Burhanuddin mengaku tidak khawatir pada hari H pemungutan suara.

Justru, yang dikhawatirkannya adalah isu penundaan pemilihan umum (pemilu), yang menurutnya belum selesai.

“Pertama adalah upaya untuk menunda pemilu, terutama oleh sebagian elite, karena mereka yang menolak penundaan pemilu itu terlalu besar, yakni 81 persen,” tuturnya.

Artinya, kata dia, misalnya ada sebagian elite yang memaksakan penundaan pemilu, itu akan bertentangan, akan berbeda kepentingan dengan 81 persen publik.

Baca Juga: KPU Tetapkan Nomor Urut Parpol, PKS: Hapus Wacana Penundaan Pemilu 2024

“Ada Ketua MPR, ada Ketua DPD, itu secara terbuka membuka opsi itu, dan sebelumnya ada preseden beberapa menteri Presiden Jokowi,” ucapnya.

“Ada beberapa ketua umum partai pendukung pemerintah yang secara terbuka mengatakan penundaan pemilu. Jadi, agenda penundaan pemilu ini belum selesai dikerjakan.”

 

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU