> >

Jimly Asshiddiqie: Perppu Cipta Kerja Melanggar Prinsip Negara Hukum

Politik | 4 Januari 2023, 11:11 WIB
Mantan Hakim Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2019). Jimly sebut Perppu Cipta Kerja yang jadi polemik saat ini sedari awal telah melanggar prinsip negara hukum. (Sumber: Kompas.com/Fitria Chusna Farisa)

JAKARTA, KOMPAS TV - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menilai terbitnya Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagai pengganti Undang-Undang Cipta Kerja, melanggar prinsip negara hukum.

Perppu Nomor 2 tahun 2022 Tentang Cipta Kerja ini ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan diundangkan tertanggal 30 Desember 2022.

Baca Juga: Perppu Cipta Kerja Beda Jauh dengan Draft, Buruh: Tak Ada Batasan Jenis Pekerjaan Outsourcing

"Apalagi sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan Perbaikan UU. Bukan dengan Perppu tapi dengan UU dan dengan proses pembentukan yang diperbaiki sesuai putusan MK. Perppu ini jelas melanggar prinsip negara hukum yang dicari-carikan alasan pembenaran oleh sarjana tukang stempel," kata Jimly kepada wartawan, Rabu (4/1/2023). 

Menurut dia, kalau ada niat baik dari pemerintah dan DPR, tidak sulit unutk menindaklanjuti keputusan MK untuk dikerjakan dalam waktu dua tahun.

"Sekarang masih ada waktu 7 bulan sebelum tenggat waktu November 2023. Susun saja UU baru dalam waktu 7 bulan sekaligus memperbaiki substansi materi pasal-pasal dan ayat-ayat yang dipersoalkan di tengah masyarakat dengan sekaligus membuka ruang partisipasi publik yang meaningful dan substansial sesuai amar putusan," ujarnya. 

Jimly menilai, argumen yang dibangun pemerintah, yaitu adanya kegentingan memaksa itu hanya sebuah penggiringan opini belaka. 

"Tidak perlu membangun argumen adanya kegentingan memaksa yang dibuat-buat dengan menerbitkan Perppu dalam kegemerlapan malam tahun baru yang membuat kaget semua orang. Pembentuk UU menurut UUD adalah DPR bukan Presiden seperti era sebelum reformasi." 

"Peran MK dan DPR diabaikan. Ini bukan contoh rule of law yang baik tapi jadi contoh rule by law yang kasar dan sombong," ujarnya.

 

Penulis : Fadel Prayoga Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU