> >

Pasal Perzinaan di KUHP adalah Delik Aduan, Tidak Bisa Digerebek tanpa Laporan Suami atau Istri

Hukum | 8 Desember 2022, 06:30 WIB
Wamenkumham jelaskan, pasal tentang perzinaan di Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru merupakan delik aduan, dan aduan hanya bisa dilakukan oleh suami atau istri sah. (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Pasal tentang perzinaan di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru merupakan delik aduan, dan aduan hanya bisa dilakukan oleh suami atau istri sah.

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menjelaskan, pasal tentang perzinaan dalam KUHP yang baru merupakan delik aduan murni.

Dalam pembahasan di DPR, kata Edward, ada fraksi yang ingin pasal tersebut dihapus. Namun, ada juga yang ingin mempertahankan.

“Saya kira perlu dijelaskan kepada publik, ketika berbicara soal pasal ini, kita melakukan lobi, karena di parlemen sendiri, ini terbelah,” jelasnya dalam Satu Meja The Forum, Kompas TV, Rabu (7/12/2022).

“Ada fraksi yang ingin ini dihapus, tapi ada fraksi yang tetap ingin mempertahankan,” sambungnya.

Fraksi yang ingin pasal dihapus, kata dia, memiliki alasan, termasuk adanya daerah yang membuat peraturan daerah bahwa Satpol PP bisa melakukan sweeping dan penggerebekan.

Baca Juga: HMI MPO Gorontalo Protes Pengesahan RUU KUHP

“Tapi kalau pasal ini dihapus, sejumlah fraksi, sejumlah partai menolak, alasannya karena ini adalah moral value.”

“Lalu apa titik komprominya? Satu, ini adalah delik aduan yang absolut, artinya apa? Yang bisa melapor hanya suami atau istri bagi perzinaan,” jelasnya.

Atau, lanjut dia, kohabitasi atau kumpul kebo bagi orang tua atau anak dari pasangan yang tidak terlibat hubungan perkawinan.

Selanjutnya, kata Edward, ditambahkan penjelasan tentang pasal tersebut, bahwa dengan berlakunya pasal ini, maka peraturan di bawahnya dinyatakan tidak berlaku.

“Artinya apa? Tidak boleh lagi ada perda yang membuat aturan sebagai delik biasa, tetapi dia harus delik aduan,” tekannya.

“Kedua, saya kira turis asing tidak perlu khawatir, karena ini adalah delik aduan absolut,” tegasnya.

Artinya, kata Edward, jika ada dua orang yang berpasangan datang dari luar negeri, mereka tidak mungkin akan digerebek saat menginap di hotel.

“Mereka menginap di hotel, karena ini delik aduan, tidak mungkin ada penggerebekan, tidak mungkin ada sweeping.”

“Yang bisa melapor ini kan hanya orang tua atau anak dari pasangan mereka ini, yang notabene kan ada di luar negeri,” tuturnya.

Baca Juga: RKUHP Bisa Penjarakan Pelaku Seks di Luar Nikah, Indonesia Disorot Media Asing

Jika salah satu atau keduanya sudah berkeluarga, yang bisa mengadukan pasal itu hanya suami atau istri mereka.

“Kalau salah satu sudah berkeluarga, yang bisa mengadukan hanya suami atau istri mereka,” terangnya.

Edward menjelaskan, saat pihaknya melakukan sosialisasi di 12 kota, ada dua daerah yang mengkritik pemerintah, namun dengan alasan yang saling bertolak belakang.

Satu daerah mengkritik karena menilai pemerintah mengatur pasal yang masuk ranah privat, sementara saat melakukan sosialisasi di Sumatera Barat, pemerintah dikritik karena dianggap tidak tegas.

“Tapi saat kita ke Sumatera Barat, pemerintah dihujat karena dianggap tidak tegas, 'kenapa ini delik aduan? Ini kan melanggar moral agama',” tuturnya.

“Pada titik ini, kita harus punya pilihan. Kalau kita mengikuti daerah yang ingin ini dihapus, Sumatera Barat akan mengatakan ini tidak aspiratif. (Tapi) kalau kita mengikuti Sumatera Barat, kita juga dikatakan tidak aspiratif,” terangnya mengurai.

Baca Juga: Polisi Temukan Belasan Kertas di Polsek Astana Anyar, Kapolri: Penolakan terhadap Rancangan KUHP

Akhirnya, lanjut Edward, pihaknya mengambil jalan tengah, yakni menjadikan pasal tersebut sebagai delik aduan.

“Jadi kita mengambil the middle way, bahwa, oke ini dihapus. Tetapi untuk mencegah (agar) jangan sampai aparat penegak hukum, baik polisi maupun Satpol PP melakukan penggerebekan, sweeping, ini satu, dijadikan delik aduan dan tidak boleh ada peraturan daerah yang bertentangan dengan KUHP itu,” jelasnya.

Dalam dialog itu, Edward juga menegaskan bahwa pasal tersebut sama sekali tidak ada kaitannya dengan investasi, seperti yang dikhawatirkan sejumlah pihak akan berdampak kepada iklim investasi Indonesia.

 

 

 

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU