> >

BNPB dan BRIN Temukan 10 Titik Bendung Alam Dampak Gempa Cianjur Penyebab Banjir Bandang

Update | 4 Desember 2022, 08:07 WIB
Foto aerial kondisi Desa Cijedil, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, yang tertimbun material longsor, Selasa (22/11/2022). (Sumber: KOMPAS/PRIYOMBODO)

CIANJUR, KOMPAS.TV - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menemukan sepuluh titik bendung alam yang terbentuk akibat tanah longsor setelah gempa bumi Cianjur, Jawa Barat.

Tim liputan jurnalis Kompas TV Nandha Aprilia dan Julian Fernando melaporkan, BNPB dan BRIN melakukan pemantauan udara pascagempa di Cianjur untuk memetakan titik guratan tanah yang dikhawatirkan akan menyebabkan banjir bandang.

Berdasarkan hasil pemantauan udara tersebut, BNPB dan BRIN menemukan sepuluh titik bendung alam yang disebabkan oleh tanah longsor akibat gempa Cianjur pada 21 November 2022.

Bendung alam tersebut terbentuk dari tanah-tanah longsor yang menutupi hulu sungai, sehingga air tidak dapat mengalir sampai ke hilir.

"Untuk giat hari ini, kami melihat spot-spot (titik-titik) yang mungkin berpotensi membuat bendung-bendung alam," terang Kepala pusat data, informasi dan komunikasi kebencanaan BNPB Abdul Muhari, Sabtu (3/12/2022).

"Yang kami khawatirkan, kalau ada curah hujan tinggi, ini nanti membentuk bendung alam dengan debit air tinggi yang kemudian ini menjadi banjir bandang," imbuhnya.

Baca Juga: Gempa Terkini: Kekuatan M 4,2 Kedalaman 10 Kilometer Guncang Cianjur dan Sejumlah Wilayah Pagi Ini

Muhari menerangkan, pihaknya berusaha memitigasi titik longsoran agar dapat segera dibersihkan sebelum puncak musim hujan pada Desember 2022 hingga Januari 2023.

Ia mengatakan, BNPB melakukan pemantauan udara terhadap empat sampai lima anak sungai.

"Kami lihat banyak spot-spot longsor, kami akan meminta pihak PUPR dan KLHK untuk membersihkan aliran sungai ini yang berpotensi banjir bandang," jelasnya.

 

Sementara itu, peneliti Pusat Riset Geoteknologi BRIN Nuraini Rahma Hanifa mengungkapkan, pemantauan udara tersebut dilakukan untuk memetakan titik longsor dan mengantisipasi lokasi banjir bandang.

"Kalau nantinya kita bisa memetakan longsor-longsor ini ada di mana saja, kita bisa antisipasi lokasi banjir bandangnya di mana saja dan ini untuk pemodelan kedepannya," kata Nuraini.

Ia juga menerangkan bahwa ada lima hal yang diobservasi dari pantauan udara BNPB dan BRIN tersebut.

Pertama, mengetahui risiko turunan (cascading risk) berupa tanah longsor dari gempa utama berkekuatan M 5,6 itu.

Kedua, memetakan titik-titik longsor yang dapat menimbulkan banjir bandang.

Baca Juga: BMKG Tegaskan Gempa Garut Tak Berkaitan dengan Cianjur, Ini Penjelasannya

Ketiga, mengetahui sebaran dari kerusakan akibat gempa Cianjur. 

"Kami observasi dari udara walau kami tahu kalau dari daratnya lebih parah di Cugenang, tapi kami lihat sebaran dari udaranya. Karena kalau penyabab-penyebab ini kan masih kami investigasi," jelasnya.

Keempat, mengetahui lokasi patahan gempa. 

"Kalau kita tau pola patahannya secara spasial, kita akan lebih memahami strategi mitigasi kebencanaan," tuturnya. 

Terakhir, kata Nuraini, mereka menganalisis tentang lokasi sesar, hulu-hulu sungai, serta pemukiman penduduk.

"Karena kami melihat dari udara untuk kami evaluasi langkah strategis upaya selanjutya dan proyeksi rekonstruksi," pungkas Nuraini.

Penulis : Nadia Intan Fajarlie Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU