> >

Dinkes DKI: Orang Tua Cek Frekuensi BAK Anak 7-14 Hari Setelah Mulai Demam

Kesehatan | 27 Oktober 2022, 06:25 WIB
Ilustrasi demam pada anak. Dinkes DKI mengimbau agar orang tua memperhatikan jumlah dan frekuensi Buang Air Kecil (BAK) anak dalam rentang 7-14 hari setelah anak merasakan demam. (Sumber: Kompas.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Widyastuti mengingatkan, agar orang tua memperhatikan jumlah dan frekuensi Buang Air Kecil (BAK) anak dalam rentang 7-14 hari setelah anak merasakan demam.

Hal itu ia sampaikan dalam podcast "Rabu Belajar Pemprov DKI Jakarta", Rabu (26/10/2022). 

“Mungkin sehari-hari bisa 5 kali sehari dan tiba tiba dalam waktu cepat dalam rentang 7-14 hari, tiba-tiba menurun jadi 2 kali sehari atau volumenya berkurang sampai tidak keluar urin sama sekali,” kata Widyastuti seperti dikutip dari Antara, Kamis (27/10/2022).

Ia menjelaskan, gejala awal kasus gagal ginjal akut hampir sama dengan gejala umum penyakit lainnya,  seperti demam, diare, muntah, batuk dan pilek. 

Namun, jika sudah terjadi penurunan drastis frekuensi dan jumlah baung air kecil anak, maka orang tua patut waspada dan segera memeriksakan anak ke fasilitas layanan kesehatan terdekat.

Baca Juga: Epidemiolog: 1,7 Juta Orang Meninggal Akibat Gagal Ginjal Akut Per Tahun

“Jika frekuensi urine sudah mulai berkurang apalagi terjadi pembengkakan anggota tubuh hingga penurunan kesadaran, itu sudah terlambat. Begitu frekuensi pipis menurun itu perlu waspada,” tutur Widyastuti. 

Awalnya, jika anak mengalami demam jangan langsung meminum obat sirup yang dijual bebas. Orang tua sebaiknya pergi ke dokter dan mengkonsultasikan terlebih dahulu dengan dokter terkait obat yang digunakan. 

“Ketika anak sakit berlanjut, segera datang ke dokter untuk diberikan pengobatan lebih lanjut yang sesuai, pantau gejala, pemeriksaan penunjang darah untuk melihat gangguan fungsi gejala. Lakukan kontrol berulang 3-5 hari jika kondisi belum membaik,” ujarnya. 

Adapun tahapan gejala keracunan setelah tertelan obat yang mengandung Etilen Glikol (EG) sebenarnya terjadi kurang 24 jam. Dalam rentang waktu 30 menit -12 jam organ yang diserang adalah sistem saraf yang mengakibatkan lemas, muntah, kejang, dan ataksia (tidak seimbang).

Kemudian dalam waktu 12-24 jam akan menyerang jantung dan paru dengan gejala batuk, sesak, gangguan tekanan darah, dan gagal jantung. Lalu pada rentang 24-72 jam, EG akan menyerang ginjal yang menyebabkan BAK berkurang/tidak BAK sama sekali dan nyeri pinggang.

Baca Juga: Produsen Unibebi Obat Sirup Mengaku Tak Tahu Ada Etilen Glikol di Produknya

Diberitakan Kompas TV sebelumnya, Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Zullies Ikawati juga menyarankan, agar para orang tua membiasakan mencatat nama dan tanggal obat yang dikonsumsi anak, guna memudahkan dalam pemeriksaan jika anak sakit.

“Mulai biasakan mencatat obat yang diminum anak kita, mereknya apa, kapan diminumnya, karena nanti jika ada suatu kejadian yang tidak diinginkan dan diduga karena obat maka catatannya ada,” kata Zulies dalam diskusi virtual "IDI Menjawab", seperti dikutip dari Antara, Selasa (25/10/2022).

Hingga saat ini, Kementerian Kesehatan masih melakukan penelitian lebih lanjut terkait dugaan obat sirop dengan kandungan Etilen Glikol (EG) dan Ditilen Glikol (DEG) yang menjadi penyebab lonjakan signifikan pada kasus gagal ginjal akut pada anak.

Namun, dari sebagian pasien gagal ginjal akut, Kemenkes menemukan bahwa pasien anak tersebut mengonsumsi obat dengan kandungan EG dan DEG. Di sisi lain, ada juga orang tua yang mengaku bahwa anaknya yang menderita gagal ginjal akut tidak mengonsumsi obat sirop yang terdapat kandungan EG dan DEG.

Baca Juga: Observasi 4 Hari, Remaja Suspect Gagal Ginjal Akut Dirujuk Ke RSCM

“Maka catatlah obat yang diminum karena memudahkan kita menelusuri. Kadang-kadang ketika ditanya suka lupa dan sudah dibuang obatnya. Ini momentum kita aware dan peduli pada obat yang diminum,” ujar Zullies. 

Ia juga meminta orang tua tidak berlebihan dalam memberikan multi vitamin kepada anak, termasuk vitamin yang berbentuk sirop.

Menurutnya, vitamin merupakan suplemen tambahan yang hanya diberikan jika tubuh kekurangan vitamin tersebut. Penambahan vitamin pun juga tidak harus dari vitamin, namun bisa mengandalkan sayur dan buah.

“Kalau makannya sudah bergizi apalagi bayi masih ASI, itu tidak perlu diberikan vitamin, bisa diperoleh dari bahan alami juga seperti buah dan sayur. Kalau memang tidak sangat krusial dan dalam kondisi biasa, tidak harus tiap hari minum multi vitamin sirop,” tutur Zullies. 

Mengurangi konsumsi obat sirup juga bisa dilakukan dengan memberikan obat puyer kepada anak. Ia menuturkan bahwa obat puyer biasanya sudah diberi pemanis agar anak tidak terlalu merasakan pahit ketika mengonsumsinya.

Baca Juga: 10 Pasien Gagal Ginjal di RSCM Diberikan Obat Penawar Fomepizole, Kondisinya Mulai Membaik

Orang tua juga bisa menambahkan sedikit air gula atau madu agar anak-anak mau mengonsumsi obat puyer.

“Kalau mau ditambah dengan air gula tidak apa-apa karena tidak berdampak terlalu signifikan. Susu juga bisa tapi harus dilihat dulu obatnya berinteraksi dengan susu,” ujarnya. 

Penulis : Dina Karina Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Antara


TERBARU