> >

Ternyata Tiket Arema Vs Persebaya Dijual hingga 45.000 Lembar, Padahal Polisi Hanya Bolehkan 25.000

Peristiwa | 3 Oktober 2022, 10:43 WIB
Para suporter sepak bola menggotong seorang pria yang terluka dalam kericuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022) malam. Kericuhan terjadi usai pertandingan Arema FC vs Persebaya yang kemudian berujung tragedi yang menewaskan ratusan orang. (Sumber: AP Photo/Yudha Prabowo)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pertandingan sepak bola antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, pada Sabtu, 1 Oktober 2022 menjadi catatan kelam bagi dunia sepak bola Indonesia.

Sebab, pertandingan tersebut memakan korban jiwa baik dari suporter maupun aparat keamanan. Tercatat, ada 125 orang yang dilaporkan meninggal dunia usai pertandingan itu.

Baca Juga: Pengamat: Pengamanan Sepak Bola Berbeda dengan Pengamanan Demo, Tak Boleh Ada Gas Air Mata

Terkait kejadian tersebut, Koordinator Save Our Soccer, Akmal Marhali, menyoroti adanya beberapa aturan yang dilanggar. Itu baik dilakukan oleh pihak penyelenggara maupun aparat keamanan.

Akmal mengungkapkan pelanggaran yang dilakukan oleh Panitia Pelaksana (Panpel) Arema FC, misalnya, yakni menjual tiket tidak sesuai dengan instruksi dari pihak kepolisian.

Akmal mengatakan, sebelum pertandingan antara Arema melawan Persebaya digelar, aparat keamanan menginstruksikan kepada Panpel hanya boleh mencetak tiket sebanhak 25.000 lembar.

Namun, instruksi pihak kepolisian itu tidak diindahkan. Panpel justru mencetak tiket hingga 45.000 lembar. Hal inilah, kata Akmal, yang membuat Stadion Kanjuruhan terlalu penuh oleh massa atau penonton.

Baca Juga: Petisi Publik Desak Polisi Setop Penggunaan Gas Air Mata usai Tragedi Kanjuruhan

"Ini over capacity dari Stadion Kanjuruhan sehingga kemudian jumlah penonton tidak sebanding dengan kapasitas stadion," kata Akmal dikutip dari Kompas.com pada Senin (3/10/2022).

Karena sebab itulah, membuat penonton di dalam stadion jadi desak-desakan berebut tempat menonton tim kesayangannya. Menurut Akmal, ini merupakan pelanggaran sangat fatal.

"Sehingga (di dalam stadion) berjubel, desak-desakan, dan ini pelanggaran prosedural yang sangat fatal," ucap dia.

Selain itu, Akmal juga menyoroti pelanggaran lainnya terkait jadwal pertandingan yang digelar terlalu malam.

Baca Juga: Momen Bobotoh Doa Bersama untuk Korban Tragedi Kanjuruhan

Semula, Polri menyarankan agar pertandingan Arema melawan Persebaya dimulai pada pukul 15.30 WIB.

Namun, instruksi itu tidak dihiraukan dan pertandingan Arema melawan Persebaya Surabaya tetap digelar pada pukul 20.00 WIB.

"Beberapa kali Save Our Soccer menyampaikan bahwa PSSI harus merevisi ulang jadwal pertandingan sepak bola yang larut malam," ujar Akmal.

 

"Karena sangat mengganggu keamanan dan kenyamanan apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan."

Lebih lanjut, Akmal menyoroti pelanggaran yang dilakukan oleh aparat keamanan dalam melakukan pengamanan terhadapa pertandingan sepak bola tersebut.

Baca Juga: Pernyataan Lengkap Mahfud MD Soal Tragedi Sepak Bola di Kanjuruhan

Akmal mengatakan, pelanggaran yang dilakukan aparat kepolisian dalam insiden tersebut yaitu menembakkan gas air mata di dalam stadion yang kemudian diarahkan ke tribun penonton.

Menurut Akmal, tembakan gas air mata di dalam stadion ke arah tribun tersebut tidak sesuai prosedur dan melanggar aturan FIFA.

Sebab, kata dia, tembakan gas air mata tersebut menjadi salah satu faktor banyaknya suporter yang mengalami sesak napas.

Dalam aturan FIFA, dia menjelaskan, penggunaan gas air mata ternyata memang tidak diperbolehkan.

Baca Juga: Semua Pengurus PSSI Diminta Mundur, Respek terhadap Korban Tragedi Kerusuhan di Kanjuruhan

Beleid itu tertuang dalam pasal 19 b yang berbunyi "No firearms or 'crowd control gas' shall be carried or used" (senjata api atau 'gas pengendali massa' tidak boleh dibawa atau digunakan)".

Namun, Akmal menyadari, dengan dilepaskannya tembakan gas air mata oleh aparat keamanan itu juga menjadi kesalahan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI).

Menurut dia, PSSI dianggap salah karena tidak menyampaikan prosedur bahwa pengamanan sepak bola berbeda dengan pengaman aksi unjuk rasa atau demonstrasi.

"Kelalaian PSSI ketika melakukan kerja sama dengan pihak kepolisian, tidak menyampaikan prosedur ini bahwa pengamanan sepakbola itu berbeda dengan pengamanan demo," kata Akmal dikutip dari Kompas.com pada Senin (3/10/2022).

Baca Juga: Menko PMK Muhadjir Effendy Terjun ke Kanjuruhan: Total Korban 448 Orang, 125 Meninggal & 323 Luka

"Tidak boleh ada senjata dan gas air mata yang masuk ke dalam stadion."

Sebelumnya Menteri Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, mengatakan sebelum pertandingan berlangsung, aparat kepolisian telah mengusulkan kepada panitia agar pertandingan dilaksanakan pada sore hari, bukan malam hari. 

Selain itu, jumlah penonton juga diusulkan agar disesuaikan dengan kapasitas Stadion Kanjuruhan, yakni 38.000 orang.

Namun, kata Mahfud, usulan tersebut tidak dilakukan. Pertandingan tetap dilakukan pada malam hari dan tiket bagi penonton dicetak sebanyak 42.000.

"Pemerintah telah melakukan perbaikan pelaksanaan pertandingan sepak bola dari ke waktu dan akan terus diperbaiki. Tetapi olahraga yang menjadi kesukaan masyarakat luas ini kerap kali memancing para suporter untuk mengekspresikan emosi secara tiba-tiba," ujar Mahfud melalui rilis resmi yang diterima KOMPAS.TV, Minggu (2/10/2022).

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU