> >

Demokrat: Pernyataan Adian Napitupulu adalah Penyesatan Logika

Politik | 8 September 2022, 13:01 WIB
Antrean panjang di pom bensin menyusul kenaikan harga BBM di Jakarta, Indonesia, Sabtu (3/9/2022). Media asing ikut menyoroti kenaikan BBM subsidi di Indonesia yang mencapai 30 persen. (Sumber: AP Photo/Tatan Syuflana)

JAKARTA, KOMPAS TV - Sekretaris Bakomstra DPP Partai Demokrat Hendri Teja menyebut, pernyataan Politikus PDIP Adian Napitupulu yang menyatakan era Presiden Joko Widodo (Jokowi) lebih berpihak kepada rakyat adalah logika yang sesat. 

Hal ini menanggapi pernyataan Adian yang menyebut zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY, angka kenaikan BBM bersubsidi lebih besar daripada Presiden Jokowi

Ia menjelaskan, kenaikan BBM era SBY sangat tergantung harga minyak mentah dunia. Jika harga minyak mentah dunia naik, harga BBM naik, dan begitu sebaliknya.

"Makanya, era SBY pernah menurunkan harga BBM premium hingga Rp 4.500 ketika harga minyak mentah dunia turun. Sementara pada Juli 2008, ketika harga minyak mentah dunia meroket sampai USD 128,08 per barel, SBY mampu mempertahankan harga BBM Premium di angka Rp 6.000," kata Hendri kepada wartawan, Kamis (8/9/2022).

Baca Juga: Politikus PDIP Tanggapi Sikap Demo Harga BBM Demokrat: Baiknya Belajar Matematika dan Sejarah Dulu 

Selanjutnya, bandingkan dengan era Jokowi yang mematok harga BBM Pertalite pada kisaran Rp 7.450-Rp 8.400 pada 2015-2018, padahal saat itu harga minyak dunia sedang nyungsep-nyungsepnya. 

"Misalnya, pada Januari 2016, harga minyak mentah dunia jatuh ke titik terendah yaitu USD 27,02 per barel, tapi harga BBM Pertalite tetap dipatok Rp7.900." 

"Bisa anda bayangkan? Harga minyak mentah dunia lebih murah USD 100 dollar dari era SBY, tapi harga BBM era Jokowi justru lebih mahal Rp 1.900," ujarnya.

 

Kemudian, jika mengacu pada UMP Jakarta 2013, ketika Jokowi masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta dan menolak kenaikan BBM, pemerintahan SBY telah menetapkan peraturan terkait kebutuhan hidup layak sehingga UMP 2012 ke 2013 bisa naik 44%. 

"Bandingkan dengan kenaikan BBM tahun ini di mana UMP Jakarta 2022 cuma tumbuh 0,8% dari 2021. Tragisnya, setelah Anies merevisi UMP 2022 Jakarta sebesar 5,1 persen, dia malah digugat ke pengadilan," katanya.

Terkait pembubaran Petral yang dibanggakan oleh Adian, kata dia, itu tak berdampak langsung terhadap kehidupan masyarakat.  

"Apa pula maksud Adian membangga-banggakan pembubaran Petral? Bukankah Pertamina masih merugi? Bukankah Progam BBM 1 harga gagal? Bukankah harga BBM tetap mahal ketika harga minyak mentah dunia turun, tetapi naik ketika harga minyak mentah dunia naik? Jadi, apa sebenarnya dampak pembubaran Petral terhadap turunnya harga BBM? Enggak tampak juga kan?" kata dia.

Selain itu, dirinya menanggapi pernyataan Adian yang membandingkan pembangunan jalan tol era Jokowi lebih masif ketimbang zaman SBY.

"Saya jadi bingung ketika Adian mengaitkan pembangunan jalan tol sebagai indikator kesuksesan seorang Jokowi. Bukankah mestinya ini jadi indikator kesuksesan Dirut BUMN Jasa Marga? Indikator kesuksesan Presidennya mestinya beyond itu dong," katanya. 

Menurut dia, era Jokowi sesungguhnya merupakan era tergerusnya keberpihakan pemerintah kepada rakyat kecil. Karena, lanjutny, Jokowi dicitrakan sebagai petugas partai dari PDIP, yang selama ini mengklaim sebagai partai wong cilik. 

"Bahkan PDIP sempat mengorganisasi unjuk rasa, menangis bombay, serta menolak BLT dan BSLM ketika harga BBM dinaikan tipis-tipis pada era SBY." 

"Saya menyarankan agar Bang Adian bisa lebih telisik membaca data, dan catatan sejarah sehingga tidak terjebak menjadi pendukung pemerintah yang membabi buta," katanya. 

Sebelumnya, Anggota DPR RI Fraksi PDIP Adian Napitupulu menanggapi rencana seluruh kader Partai Demokrat yang ingin melakukan unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM bersubsidi seperti Pertalite dan Solar. 

Ia meminta kepada mereka untuk belajar matematika dan sejarah terlebih dahulu sebelum nantinya berdemonstrasi. 

"Saya menyarankan agar kader Demokrat untuk bisa belajar matematika dan belajar sejarah, sehingga jika membandingkan maka perbandingan itu logis, tidak anti logika dan a historis," kata Adian kepada wartawan, Rabu (7/9/2022). 

Ia menjelaskan, era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) total kenaikan harga BBM jenis Premium sebesar Rp 4.690. 

Baca Juga: Demokrat: Silakan Kader Demo Kenaikan Harga BBM, Tak Perlu Nangis seperti Elite PDIP di Era SBY

Sementara di zaman Presiden Jokowi total kenaikan BBM jenis Premium dan Pertalite Rp 3.500. 

"Jadi SBY menaikan BBM lebih mahal Rp 1.190 dari Jokowi," ujarnya.

Penulis : Fadel Prayoga Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU