> >

Psikolog Forensik: Bharada E Bisa Dikenakan Pasal Pembunuhan Berencana Jika...

Hukum | 5 Agustus 2022, 12:00 WIB
Psikolog forensik Reza Indragiri menjelaskan tentang proses berpikir pelaku tindak pidana penembakan dalam Sapa Indonesia Pagi KOMPAS TV. (Sumber: Tangkapan layar KOMPAS TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Psikolog forensik Reza Indragiri menyebut, perbedaan antara sangkaan bela diri dan pembunuhan diukur berdasarkan proses berpikir pelaku tindak pidana.

Menurutnya, Bharada E atau Richard Eliezer Pudihang Lumiu dapat dikatakan melakukan pembelaan diri dalam kasus meninggalnya Brigadir J atau Nofriansyah Yoshua Hutabarat, apabila terjadi proses berpikir sistem satu di dalam pikirannya ketika peristiwa polisi tembak polisi terjadi pada Jumat, 8 Juli 2022.

Proses berpikir sistem satu, jelas Reza, ditandai dengan berpikir yang sangat spontan, sangat cepat, bahkan juga instinctive (naluriah).

"Karena isunya adalah hidup atau mati," tegas Reza dalam Sapa Indonesia Pagi KOMPAS TV, Jumat (5/8/2022).

Akan tetapi, kata Reza, pengakuan bela diri itu berubah 180 derajat setelah Direktorat Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri pada Rabu (3/8/2022) lalu menetapkan Bharada E sebagai tersangka dengan jeratan pasal 338 KUHP juncto 55 dan 56.

"Maka bisa dipastikan bahwa dari sudut pandang psikologi forensik, yang berlangsung di kepala yang bersangkutan bukan lagi proses berpikir sistem satu, melainkan proses berpikir sistem dua," kata Reza.

Baca Juga: Eks Wakabareskrim Polri: Bharada E Harusnya Bisa Ditetapkan Tersangka sejak Awal, Peristiwanya Jelas

Ia menerangkan, proses berpikir sistem dua berarti si penembak telah memikirkan sejumlah perhitungan.

"Proses berpikir sistem dua itu sangat mengandalkan pada data, informasi, analisis, proses berpikir sistematis dan disertai dengan kalkulasi yang matang," terangnya.

Lulusan Universitas Gadjah Mada dan Universitas Melbourne itu menyebut, setidaknya ada empat unsur yang dihitung di kepala tersangka, yakni target, insentif, sumber daya, dan risiko.

"Targetnya harus dipastikan, siapa yang jadi sasaran serangan, tidak boleh salah, tidak boleh meleset, tidak boleh acak atau kebetulan. Target harus diapakan? Deretan pertanyaan ini lah yang berkutat pada aspek atau unsur target," ungkapnya.

Lalu, dari unsur insentif, Reza menjelaskan, pelaku akan memikirkan manfaat atau keuntungan yang diperoleh dari serangannya terhadap target.

Kemudian, dari unsur instrumen, pelaku memikirkan tentang apa yang harus dilakukan terhadap target.

"Kalau target ingin dihabisi, harus ada keseimbangan antara instrumen dengan target," kata orang Indonesia pertama yang mendapat gelar Master Psikologi Forensik itu.

Unsur risiko, kata Reza, berkaitan dengan pemikiran matang tentang risiko yang dihadapi pelaku serta antisipasi yang akan dilakukan.

"Seorang pelaku yang matang, yang cerdas, akan berpikir masak-masak tentang risiko yang dihadapi, berikut antisipasi yang akan dilakukan," kata Reza.

Baca Juga: Laksanakan Perintah Kapolri, Kabareskrim: Timsus Kaji Ulang Laporan Istri Ferdy Sambo dan Bharada E

Ia menyatakan, apabila memenuhi empat unsur tersebut, maka tersangka pantas dianggap punya rencana yang sempurna, sehingga dikenakan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.

"Kalau per hari ini Polri masih menggunakan Pasal 338 (KUHP). Saya mencoba memompa keyakinan bahwa proses pendalaman masih terus dilakukan, sehingga tidak tertutup kemungkinan empat unsur tadi akan terpenuhi," ujarnya.

"Maka tidak tertutup kemungkinan, bahwa pada akhirnya nanti bukan lagi Pasal 338 (KUHP) atau pasal pembunuhan biasa, tapi bisa saja menggunakan Pasal 340 (KUHP) alias pasal pembunuhan berencana," imbuhnya.

Menurut dia, publik akan bisa lebih puas terhadap kerja investigasi Polri apabila lembaga penegak hukum itu memenuhi harapan masyarakat dan memenuhi perintah Presiden Joko Widodo untuk mengungkap kasus yang menyebabkan meninggalnya Brigadir J ini secara objektif, tuntas, dan transparan.

"Paling tidak, dengan mengumumkan ke publik bahwa ini Pasal 338 (KUHP) alias pembunuhan, ditambah lagi dengan juncto 55 dan 56, maka publik akan bisa lebih terpuaskan, bisa teryakinkan, bahwa ternyata kerja investigasi Polri berada pada skala yang jauh lebih luas," jelasnya.

Baca Juga: Ditetapkan sebagai Tersangka Kasus Penembakan Brigadir J, Siapa Bharada E?


 

Penulis : Nadia Intan Fajarlie Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU