> >

Kisah Buya Hamka, Ketua MUI Pertama yang Enggan Digaji

Sosok | 26 Juli 2022, 20:02 WIB
Sosok Buya Hamka, ulama yang karyanya abadi (Sumber: Arsip Kompas)

Meski begitu, Buya Hamka tetap dipilih karena faktor keulamaan dan popularitasnya. 

Akhirnya, ia pun menerima amanah tersebut. Dalam pidatonya usai dilantik, Buya Hamka mengatakan dirinya bukanlah sebaik-baik ulama, meskipun ia populer di publik. 

Ketika menjabat sebagai pimpinan, ia enggan digaji oleh organisasi yang dipimpinnya.  

Bahkan ketika akan digaji oleh pemerintah yang waktu itu mendukung MUI, ia tegas menolaknya sebagai bagian untuk menjaga independensi keulamaan. 

Mohammad Ghanoe dalam Dunia Batin Buya Hamka mengisahkan, sikap Buya Hamka seperti ini yang membawa citra positf MUI di kalangan umat.

Ia membawa MUI sebagai lembaga yang independen dan dianggap mewakili umat Islam dan ormas-ormas.  

“Buya Hamka berhasil membangun citra positif MUI sebagai lembaga independen dan berwibawa untuk mewakili suara umat Islam,” tulis Mohammad Ghanoe dalam Dunia Batin Buya Hamka pada halaman 114.

Sejarah mencatat, MUI pernah berseberangan dengan pemerintah dan membuat kontroversi di zaman itu hingga membuat Buya Hamka mundur.

Pengunduran itu terkait dengan pro-kontra tentang larangan Natal yang dikeluarkan MUI pada tanggal 7 Maret 1981 yang waktu itu dianggap berseberangan dengan pemerintah. 

Sosok ulama yang menulis novel legendaris Tenggelamnya Kapal van Der Wijck itu berpulang pada hari Jumat, 24 Juli 1981 pukul 10:37 WIB dalam usia 73 tahun. 

Ia dikuburkan di TPU Taman Kusir, Jakarta Selatan.

Namanya abadi sebagai ketua MUI pertama, ulama, dan sastrawan yang juga dinobatkan sebagai pahlawan nasional.

Baca Juga: Jejak dan Pengaruh Buya Hamka: Ulama dan Ahli Tafsir yang Sastrawan

 

Penulis : Dedik Priyanto Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU