> >

Perayaan HUT ke-57 Kompas Angkat Rekoneksi Relasi Antarsesama di Bumi

Sosial | 27 Juni 2022, 04:45 WIB
Mengambil tema Rekoneksi, Harian Kompas ingin mengajak seluruh ekosistemnya untuk terhubung kembali pada semangat yang sama sebelum pandemi. (Sumber: Kompas.id)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Kita sedang menghadapi perubahan yang sangat besar di dunia. Setelah didera pandemi selama dua tahun, kini kita dihadapkan pada eskalasi antarnegara. Segala perubahan secara tidak langsung berpengaruh pada negara kita. 

Di tengah perubahan itu, Harian Kompas menyadari pentingnya untuk kembali menguatkan relasi antar penghuni bumi, baik dengan sesama maupun dengan alam. Hal ini menjadi penting mengingat, betapa besar harapan kita kembali kepada kehidupan normal prapandemi setelah pelaksanaan vaksinasi bisa dikatakan berhasil.

Harapan inilah yang dibawa pada hari jadinya ke-57, yang jatuh pada Selasa, 28 Juni 2022. Mengambil tema “Rekoneksi”, Harian Kompas ingin mengajak seluruh ekosistemnya untuk terhubung kembali pada semangat yang sama sebelum pandemi. Hal ini dikatakan oleh Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo. 

“Tema rekoneksi dipilih Kompas karena memiliki kaitan yang banyak. Sebut saja rekoneksi antara generasi pendiri dan generasi penerus; yang lama dan baru. Bisa juga rekoneksi antara manusia dan alam, antara teknologi lama dan baru, antara pembaca dan redaksi, serta antara bisnis dan redaksi,” ujar Budiman. 

Melalui tema rekoneksi ini, Kompas ingin menjadi lebih baik dalam semua aspek untuk menyajikan informasi untuk masyarakat. Salah satu caranya dengan berkolaborasi demi jurnalisme berkualitas. 

“Kami ingin lebih banyak mendengar apa ekspektasi dari semua stakeholder Kompas. Karena, kami ingin memberi dan melayani lebih baik melalui berbagai sajian informasi dan aktivitas. Kami juga menawarkan kolaborasi bersama untuk mempertahankan jurnalisme berkualitas dengan demikian bisa menghibur yang papa dan mengingatkan yang mapan,” ujarnya.

Edisi Khusus HUT ke-57

Perayaan tema “Rekoneksi” ini menjadi dasar dalam sajian Kompas pada 28 Juni nanti. Redaksi Kompas menajamkan tema rekoneksi menjadi lebih spesifik, yakni menghubungkan kembali relasi penghuni bumi. 

Pemimpin Redaksi Harian Kompas Sutta Dharmasaputra menjelaskan, latar belakang penyajian edisi khusus ini karena melihat beberapa peristiwa yang terjadi belakangan ini. Mulai dari dampak revolusi teknologi informasi, pandemi, dan perang Ukraina-Rusia. Hal ini membuat penduduk di bumi menjadi tersekat-sekat. 

“Padahal, untuk mengatasi pelbagai permasalahan yang kompleks ini, penghuni bumi justru harus saling bekerja sama dan bersinergi. Kompas meyakini dengan terhubung kembali, kita akan menjadi lebih baik,” ujarnya. 

Edisi khusus ini mengupas berbagai persoalan dengan multiperspektif, persoalan humaniora, politik, ekonomi, budaya, dan gaya hidup, baik lokal maupun internasional. Hadir juga berbagai tulisan hasil riset dan opini sejumlah tokoh, mulai dari Ketua WHO Tedros Adanom Gebreyeaus, Jusuf Kalla, William Liddle, Hasan Wirayuda, Chatib Basri, dan Jaya Suprana. 

Di hari yang spesial ini, Kompas juga menyajikan infografik spesial di setiap halaman. Infografik ini saling terkait dan disajikan dengan tata letak khusus sehingga layak disimpan sebagai kenangan maupun dikoleksi. Menariknya, halaman koran ini juga tersambung secara digital ke Kompas.id, sehingga semua orang bisa menikmati konten interaktif ini, berikut juga dengan foto dan video yang lebih banyak.

“Kami berharap, edisi khusus ini bisa membantu pembaca Kompas memahami fenomena global yang saat ini sedang berubah luar biasa dan menimpa kita semua. Selain itu, semoga edisi khusus ini bisa bersama-sama memberi warna dengan membangun kembali relasi yang sudah terkoyak atau terputus dalam kehidupan kita, mulai dari lingkungan terkecil hingga dunia agar semuanya menjadi lebih baik,” pungkas Sutta. 

Apresiasi dari Kompas

Pada hari jadinya, Harian Kompas juga menyelenggarakan acara yang dapat diikuti oleh masyarakat luas, yaitu Penghargaan Cendekiawan Berdedikasi dan Anugerah Cerpen Kompas. 

Penghargaan Cendekiawan Berdedikasi merupakan penghargaan untuk para ilmuwan yang memiliki komitmen kuat dalam melayani kepentingan masyarakat luas melalui profesi kepakarannya. Acara ini sudah menjadi agenda rutin setiap tahun dalam rangka HUT Kompas.

Penghargaan Cendekiawan Berdedikasi digelar pada 28 Juni 2022 pukul 13.30-15.30 WIB. Untuk mengikuti acara ini, peserta dapat melakukan registrasi terlebih dulu di klik.kompas.id/AnugerahCendekiawan. 

Selain itu, pemberian apresiasi kepada para cerpenis juga menjadi tradisi Harian Kompas. Sejak 1992, Anugerah Cerpen Kompas diberikan kepada para cerpenis Indonesia yang memperkaya khazanah kesusastraan Indonesia lewat cerita pendek. 

Anugerah Cerpen Kompas 2022 akan menghadirkan diskusi bersama Joko Pinurbo dan Saras Dewi, pengumuman Cerpen Pilihan Kompas 2021, serta karya interpretasi cerpen pilihan. Acara ini bisa diikuti secara langsung di Youtube Harian Kompas pada 28 Juni 2022 pukul 19.00 WIB. 

Narasi Fakta Terkurasi

Pesta HUT ke-57 Kompas dipilih juga sebagai momentum untuk masuk lebih dalam ke digitalisasi. Pada momen ini, Harian Kompas berinisiatif mendistribusikan kekayaan arsip produk jurnalistiknya dalam bentuk non-fungible token (NFT) bernama Narasi Fakta Terkurasi. 

Sebagai rilisan perdana, NFT Kompas mengangkat tema “Indonesia dalam 57 Peristiwa” dengan menampilkan 57 arsip halaman muka dari setiap tahunnya sejak harian ini berdiri hingga kini (1965-2022), yang memuat warta mengenai peristiwa penanda terkemuka. 

Ekshibisi konten ini dapat disimak pada koran edisi HUT Kompas, 28 Juni 2022. Publik juga bisa mengakses ekshibisi tersebut secara daring serta mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai NFT Kompas pada laman nft.kompas.id.

Pada laman itu, publik juga bisa mendapatkannya secara eksklusif dengan harga 0,1 ethereum (ETH) untuk 1 copy arsip tersebut melalui marketplace OpenSea. Baik ETH maupun OpenSea dipilih agar lebih banyak orang yang bisa mengakses. Hal ini dijelaskan oleh Project Lead NFT Kompas dan Manager Commercial Development & Incubator Harian Kompas Helman Taofani. 

“NFT Kompas menggunakan jaringan blockchain Ethereum dan OpenSea karena data menunjukkan kalau keduanya adalah yang paling populer di Indonesia. Selain itu, Ethereum juga serius untuk mengurangi dampak emisi karbon yang dihasilkan,” tutur Helman.

Penulis : Redaksi Kompas TV Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU