> >

Jemaah Haji Dibatasi Usia Maksimal 65 Tahun, Begini Komentar PP Muhammadiyah

Agama | 13 Mei 2022, 17:12 WIB
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mukti bicara pembatasan usia jemaah haji maksimal 65 tahun. (Sumber: PP Muhammadiyah)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PP Muhammadiyah) Abdul Mu'ti memahami keputusan pemerintah yang membatasi calon jemaah haji 2022 dengan maksimal usia 65 tahun saja. 

PP Muhammadiyah juga mengimbau masyarakat untuk memahami kebijakan ini.

Apalagi, menurutnya, kebijakan ini juga langsung dari Arab Saudi, bukan bentuk kesengajaan pemerintah. 

"Saya mendapat informasi pembatasan itu permintaan dari Arab Saudi. Jadi, pembatasan usia maksimal untuk jemaah (calon) haji dari Indonesia adalah permintaan Pemerintah Arab Saudi dan karena itu masyarakat hendaknya memahami kebijakan ini," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Jumat (13/5/2022) dikutip Antara.

Abdul Mu'ti mengatakan hal itu usai acara Halalbihalal Silaturahim Idulfitri 1443 Hijriah dan Mangayubagyo Jamaah Calon Haji Keluarga Besar Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) di Auditorium Ukhuwah Islamiyah UMP.

Dalam hal ini, kata dia, pembatasan usia tersebut bukan kebijakan Pemerintah Indonesia, melainkan permintaan Pemerintah Arab Saudi selaku tuan rumah penyelenggaraan ibadah haji.

"Termasuk juga kuota yang tahun ini hanya 50 persen dari kuota yang seharusnya menjadi jatah Indonesia. Biasanya kita 200 ribu sekian, sekarang kan hanya 100.051 (orang), itu kan separuh, sehingga memang antrean yang selama ini sudah ada mungkin belum bisa berangkat sepenuhnya tahun ini," katanya.

Guru Besar Bidang Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu mengatakan, berkurangnya kuota jemaah calon haji asal Indonesia juga harus dimaklumi. 

Sebab, menurutnya, hal tersebut juga merupakan kebijakan Arab Saudi.

Baca Juga: Haedar Nashir Ajak Muhammadiyah Jihad Lewat Industri Halal dan Pariwisata

Kebijakan agar Ibadah Jemaah Haji 2022 Maksimal

Menurut Abdul Mu'ti, kebijakan-kebijakan terkait haji menjadi bagian dari upaya bersama agar semua jamaah yang berangkat ke Tanah Suci dapat menjalani ibadah haji dengan sebaik-baiknya dan bisa selamat, terutama dari sisi kemungkinan tertular atau menularkan Covid-19.

"Saya kira itu harus dipahami meskipun memang perlu dicari mekanisme karena sebagian yang seharusnya berangkat itu, kalau yang misalnya tetap ingin ada yang badal (melaksanakan ibadah haji atas nama orang lain, red.). Itu kan harus ada mekanisme bagaimana penggantian itu," katanya menjelaskan.

Menurut dia, mekanisme penggantian itu apakah bisa langsung ditunjuk keluarga yang menjadi wakil dari jemaah yang seharusnya berangkat, tetapi karena alasan usia yang tidak bisa berangkat, ataukah badal itu bisa dilakukan melalui KBIH (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji) atau dengan cara-cara lain.

"Saya kira itu perlu diberi ketentuannya oleh pemerintah, termasuk dalam kaitan ini, saya kira pemerintah perlu sejak awal juga mulai memberikan regulasi yang tegas karena sering kali, mohon maaf, badal haji ini juga dalam hal tertentu bisa menjadi bagian dari persoalan karena banyak yang berbisnis dengan badal haji itu," kata Abdul Mu'ti.

Agar mudah publik memahami soal ketentuan ini, menurutnya, pemerintah perlu menjelaskan lagi dan lebih detail terkait bagaimana ketentuan syariatnya agar jemaah juga nyaman dan aman selama ibadah haji 2022.

Baca Juga: Kisah Warga Aceh Daftar Haji dengan Uang Receh Hasil Jualan Siomay

 

Penulis : Dedik Priyanto Editor : Fadhilah

Sumber : Kompas TV/Antara


TERBARU