> >

Soal Gorden DPR, Jubir KPK: Pastikan Sesuai Prosedur Sebab Pengadaan Barang dan Jasa Rentan Korupsi

Hukum | 9 Mei 2022, 19:46 WIB
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri. (Sumber: KOMPAS TV)

“KPK juga mengimbau kepada masyarakat untuk turut serta mengawasi pengelolaan keuangan negara,” lanjutnya.

Ali juga menegaskan bahwa masyarakat yang mengetahui adanya tindakan koruptif dapat melaporkannya kepada KPK.

Baca Juga: Tender Gorden Rumah Dinas DPR Dimenangkan Penawar Harga Tertinggi, MAKI: Ini Tidak Wajar

“Jika masyarakat mengetahui dan memiliki data dan informasi terkait dugaan adanya tindakan koruptif dalam setiap pengadaan barang dan jasa, dapat melaporkannya kepada KPK melalui sarana yang ada.”

Sebelumnya, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menilai pengadaan gorden untuk rumah dinas anggota DPR yang justru dimenangi oleh penawar harga tertinggi, tidak wajar.

Sepatutnya, menurut MAKI, lelang tender pengadaan gorden untuk rumah dinas anggota DPR dimenangi oleh penawar dengan harga terendah yang memenuhi syarat.

“MAKI menyayangkan pengumuman pemenang tender lelang gorden rumah dinas DPR RI beberapa hari yang lalu, di mana itu harga yang terbentuk adalah harga tertinggi dari 3 penawar, di mana harganya tersebut adalah sekitar Rp43 miliar dari harga perkiraan sendiri Rp45 miliar,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangannya kepada KOMPAS TV, Senin (9/5/2022).

“Yang pertama adalah memang itu tidak wajar dan tidak lazim, harga tertinggi yang dimenangkan. Mestinya yang dimenangkan adalah yang terendah yang memenuhi syarat,” lanjutnya.

Kedua, sambung Boyamin, penawaran dari pemenang pengadaan gorden rumah dinas anggota DPR tersebut jauh di atas wajar, karena di atas 92 persen.

“Padahal semestinya, biasanya kalau tender itu kompetitif maka di angka 85 persen sampai maksimal 90 persen, itu pun kisaran kalau kementerian PUPR itu pengadaan barang jasa itu adalah 80 persen,” ujarnya.

Atas dasar itu, Boyamin mengatakan, MAKI akan meminta kepada badan urusan rumah tangga DPR sebagai atasan atau pihak yang mengawasi dari kesekjenan, untuk membatalkannya.

“Alasan selain dua hal tadi, harga terlalu tinggi atau karena di atas 92 persen dan juga pemenangnya adalah nilai penawar tertinggi itu tidak wajar. Ketiga adalah masyarakat masih sedang menderita akibat Covid-19,” ucapnya.

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU