> >

Larangan Ekspor Minyak Goreng Disebut Rugikan Petani Kecil dan Justru Untungkan Pengusaha Besar

Berita utama | 22 April 2022, 20:55 WIB
Ilustrasi minyak goreng curah. (Sumber: Kompastv/Ant)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Keputusan Presiden Joko Widodo yang melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng mulai Kamis, 28 April 2022 dianggap merugikan petani kecil dan mendorong lonjakan harga.

Untuk itu, pemerintah diminta mengkaji kembali pelarangan ekspor minyak goreng dan bahan bakunya.

Demikian diungkapkan anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Deddy Yevri Hanteru Sitorus dalam keterangannya sebagaimana dikutip dari Antara, Jumat (22/4/2022).

"Karena ujungnya, kebijakan tersebut bisa merugikan petani kecil dan mendorong lonjakan harga, termasuk produk turunan seperti minyak goreng," kata Deddy.

Menurut Dedi, keputusan pemerintah melakukan moratorium ekspor crude palm oil (CPO) dan minyak goreng akan tepat apabila dilakukan dalam jangka waktu pendek.

Baca Juga: Jokowi Larang Ekspor Bahan Baku Minyak Goreng dan Minyak Goreng Mulai 28 April 2022

Tetapi jika tidak, lanjutnya, ini bisa merusak industri CPO secara keseluruhan dan industri minyak goreng serta merugikan petani-petani kecil yang ada di pedalaman.

“Terutama petani sawit kecil, pemilik lahan sawit sedang, dan pemilik kebun sawit yang tidak memiliki pabrik pengolahan CPO, refinery atau pabrik minyak goreng,” ucapnya.

“Perlu diingat bahwa sekitar 41 persen pelaku industri sawit adalah rakyat kecil. Jadi ini menyangkut jutaan orang dan mereka yang pertama akan menderita akibat kebijakan tersebut," tambahnya.

Dedi lebih lanjut mengatakan, putusan stop ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng hanya akan menguntungkan pemain besar, khususnya perusahaan yang memiliki pabrik kelapa sawit, fasilitas refinery atau penyulingan, pabrik minyak goreng, atau industri turunan lainnya.

Pasalnya, perusahaan-perusahaan semacam itu memiliki modal kuat, kapasitas penyimpanan besar, dan pilihan lain untuk menghindari kerugian.

Di samping itu, tambah Dedi, industri dalam negeri tidak akan mampu menyerap seluruh hasil produksi karena kebutuhan minyak goreng yang bermasalah hanya sekitar 10 persen atau sekitar 5,7 juta ton per tahun. Bandingkan dengan total produksi yang mencapai 47 juta ton per tahun untuk CPO dan 4,5 juta ton per tahun untuk palm kernell oil (PKO).

Baca Juga: 3 Perusahaan Minyak Goreng Tak Kooperatif, KPPU Minta Bantuan Polisi

“Buah sawit itu tidak bisa disimpan lama, begitu dipanen harus segera diangkut ke pabrik kelapa sawit. Jika tidak, buahnya akan busuk. Akibatnya, rakyat menanggung kerugian dan kehilangan pemasukan. Pemilik pabrik kelapa sawit juga tidak bisa menampung CPO olahan dalam waktu lama," katanya.

Sebagaimana telah diberitakan, Presiden Joko Widodo memutuskan melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng mulai Kamis, 28 April 2022.

Keterangan itu disampaikan Presiden seusai memimpin rapat tentang pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang berkaitan dengan ketersediaan minyak goreng di dalam negeri, Jumat (22/4/2022).

“Dalam rapat tersebut telah saya putuskan, pemerintah melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng mulai Kamis 28 April 2022 sampai batas waktu yang akan ditentukan,” tegasnya.

Lebih lanjut, Presiden Jokowi menegaskan akan memantau ketersediaan minyak goreng di tanah air.

“Saya akan terus memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan ini agar ketersediaan minyak goreng di dalam negeri melimpah dengan harga terjangkau,” ucapnya.

 

Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU