> >

Wamenkumham: Ketentuan Dalam RUU TPKS, Penyidik Tidak Boleh Tolak Perkara dan Wajib Memproses

Hukum | 22 Februari 2022, 15:07 WIB
Wamenkumham, Eddy Hiariej (Sumber: (KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN))

JAKARTA, KOMPAS.TV- Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej mengungkapkan Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) tidak memperbolehkan penyidik menolak perkara.

“Ketentuan dalam RUU itu (RUU TPKS), penyidik wajib, tidak boleh menolak perkara, wajib memproses. Tidak cukup bukti dan lain-lain, different story,” ujarnya seperti dilaporkan jurnalis Kompas TV, Hasya Nindita, Selasa (22/2/2022).

Selain itu, tambah Edward, RUU TPKS menegaskan bahwa penyelesaian kasus pidana kekerasan seksual tidak boleh menggunakan restoractive justice.

“Penyelesaian TPKS, tidak boleh menggunakan restoractive justice, ini sering terjadi di mana-mana, pelaku berduit, korban enggak mampu, itu enggak boleh,” tegas dia.

Baca Juga: Gelar Konsultasi Publik, Pemerintah Pastikan Keterlibatan Masyarakat dalam RUU TPKS

“Hukum acara lain, restitusi jadi kewajiban, bahasa di RUU kita itu, pidana penjara atau denda, hakim wajib menetapkan besarnya restitusi kepada korban. Itu berjenjang,” tambahnya.

Lantas dikonfirmasi bagaimana jika pelaku kekerasan seksual merupakan orang tidak mampu. Edward memastikan aturan dalam RUU TPKS benar-benar memberikan perlindungan kepada korbannya.

“Begitu seseorang ditetapkan sebagai tersangka, polisi sita jaminan prosititusi. Jangan sampai dia alihkan,” ucapnya.

“RUU ini betul-betul memberikan perlindungan pada korban yang luar biasa. Sita jaminan tidak cukup untuk biaya restitusi diperhitungkan untuk hukuman subsider,” tambahnya.

Baca Juga: Alasan Tolak RUU TPKS, PKS: karena Seks Bebas dan Menyimpang Tak Dikenai Sanksi Pidana

Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Purwanto

Sumber : Kompas TV


TERBARU