> >

Polemik Museum Holocaust Yahudi di Minahasa, NU DKI Minta Tidak Bawa Kepentingan Negara Tertentu

Agama | 2 Februari 2022, 17:25 WIB
Mukti Ali Qusyairi, Lc menjelaskan soal kontroversi museum holocaust di Minahasa yang menurut Aktivis DKI Jakarta asal wajar aja (Sumber: Tangkapan layar video youtube Mukti Ali )

JAKARTA, KOMPAS.TV – Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) NU DKI Jakarta Mukti Ali Qusyairi mengatakan, pameran museum Holocaust Yahudi yang berada di Minahasa, Sulawesi Utara, sebenarnya normal saja asal demi pembelajaran adanya dehumanisasi.  

Ia juga mengatakan, kenormalan itu terkait kejadian holocaust yang merendahkan martabat kemanusiaan.  Namun, kata dia, asalkan museum holocaust itu tidak berisikan kepentingan negara tertentu maka bisa jadi wajar.

“Selama tidak membawa kepentingan simbolik dari negara tertentu, saya pikir wajar dan normal saja. Bahkan, pameran museum holocaust bisa ambil pelajaran tentang dehumanisasi,” katanya kepada KOMPAS TV lawan pesan suara, Rabu (2/2/2022).

Pria yang aktif di forum pelbagai Forum Bahtsul Masail itu juga menegaskan, holocaust adalah peristiwa yang nyata dan memilukan.

“Apalagi holocaust sudah diakui oleh PBB sebagai sebuah fakta sejarah. Pihak Jerman pun mengafirmasi peristiwa itu dan bukanlah peristiwa bohong,” tambahnya.

Ia juga mengatakan, bahkan umat Islam bisa ambil pelajaran dari peristiwa itu.

“Saya pikir sah saja untuk kita pahami bersama. Sebab peristiwa memori kolektif memilukan itu ada di semua hampir kalangan, termasuk kalangan agama. Ini terkait erat humanusasi,” tambahnya.

Baca Juga: Minta Museum Holocaust Disetop, MUI: Bukan karena Agama Yahudi, tapi Sikap Israel ke Palestina

Holocaust, Memori Kolektif yang Juga Ada di Semua Kalangan

Alumnus Universitas Al-Azhar, Mesir, itu lantas memaparkan jika di Yahudi ada momeri kolektif terkait holocaust, di Islam pada dasarnya juga punya memori memilukan terkait pembunuhan keji.

“Di Yahudi ada holocaust, di Islam ada peristiwa karbala, peristiwa yang membuat cucu Nabi Muhammad terbunuh di Karbala,” tambanhnya.

Lantas ia menjelaskan, Memori kolektif memilukan diperingati pelbagai ekspresi di masyarakat. Tak terkecuali di Indonesia.

“Kalangan Sunni-NU juga punya eksrpresi terkait itu. Misalnya, di Cirebon ada sedekah bubur suro yang bertepatan dengan Asyura, peristiwa Karbala. Lantas, di komunitas Syiah misalnya ada acara sendiri ekspresi tersendiri terkait hal itu,” tambahnya.

Ia lantas menjelaskan, peristiwa memilukan itu ada di semua agama. Maka, kata dia, wajar saja dan sah mengambil pelajaran dari peristiwa itu.

Ia lantas menegaskan kembali pembolehan pameran museum Holocaust di Minahasa tersebut dan tidak ada kaitannya dengan agama Yahudi, atau misalnya dengan konflik Israel-Palestina.

“Jadi, menurut saya, tidak ada kaitannya dengan Israel-Palestina,” tutupnya.

Seperti diberitakan KOMPAS TV sebelumnya, Ketua MUI Sudarnoto Abdul Hakim secara terbuka meminta museum holocaust Yahudi di Minahasa disetop.

Ia mengatakan alasannya bukan terkait para warga agama Yahudi yang mendirikan museum tersebut, tapi terkait dengan Israel yang terus melakukan kolonialisasi Palestina. 

Sementara posisi Indonesia  mendukung kemerdekaan Palestina dan tidak membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Posisi ini telah terjadi sejak kemerdekaan hingga saat ini. 

Sikap Indonesia ini sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara 1945 pada paragraf awal: Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

 

 

Penulis : Dedik Priyanto Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU