> >

Terungkap! Bukan Keluarga, Kabar Meninggalnya Soeharto Pertama Kali Datang dari Seorang Kapolsek

Peristiwa | 29 Januari 2022, 11:35 WIB
Presiden Soeharto. Gambar diambil pada 15 Januari 1998. (Sumber: KOMPAS/JB SURATNO)

Keesokan paginya, Minggu, 27 Januari 2008, istri Dicky menghampiri ke Mapolsek. Dia hendak mengajak Dicky untuk pergi ke pesta pernikahan saudaranya. 

Merasa pengamanan di RSPP sudah mulai longgar, Dicky mengiyakan ajakan istrinya. 

Ia mengganti baju polisi dengan kemeja batik berlengan panjang. Namun, tak lama, salah seorang dokter kepresidenan menghubunginya via ponsel. 

Dokter itu memberi tahu bahwa kondisi Pak Harto kembali memburuk. 

"Wah, baju batik saya buka lagi. Saya minta maaf ke istri kalau saya enggak bisa ikut ke kondangan," kenang Dicky. 

"Untungnya, istri saya memahami dan tidak menuntut banyak. Saya langsung meluncur lagi ke RSPP," tuturnya.  

Sekitar pukul 10.00 WIB, Dicky tiba di RSPP. Dokter kembali mengatakan bahwa kondisi Pak Harto semakin menurun. 

Bahkan, dokter menyebut wafatnya Pak Harto tinggal menunggu waktu. 

"Saya ingat sekali saya lima kali bolak-balik, keluar masuk rumah sakit. Nah, pas masuk ke rumah sakit yang terakhir, dokter menyatakan bahwa Pak Harto sudah meninggal dunia," kata dia.

Baca Juga: Hadiri Acara 100 Tahun Kelahiran Presiden Soeharto, Anies Baswedan Kenang Puskesmas dan SD Inpres

Setelah 14 Tahun Berlalu

Setelah 14 tahun berlalu, Dicky masih menjalani kehidupannya sebagai perwira polisi. Namun, ia tidak lagi bertugas di Jakarta. 

Dicky sempat dipindahkan ke Aceh, Banten, Kepulauan Riau, hingga Sulawesi Selatan. Saat ini, dengan pangkat komisaris besar (Kombes), Dicky menjadi Direktur Lalu Lintas Polda Aceh. 

Meski peristiwa meninggalnya Pak Harto telah lama terjadi, detik-detik itu tidak bisa hilang dari ingatan Dicky.

Ia merefleksikan pengalaman tersebut sebagai bagian dari jalan hidup yang sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa. 

"Jujur, momen itu sungguh di luar naluri saya sebagai perwira Polri. Harusnya yang menyampaikan itu ya tingkat yang lebih tinggi. Minimal jenderal-lah," kata Dicky. 

"Kalau di sana ada Dandim, Pangdam, atau Panglima TNI, harusnya mereka yang mengumumkan. Tetapi, situasi saat itu ya mengharuskan saya begitu," lanjutnya. 

Dicky mengaku, kala itu dirinya tak percaya menjadi orang pertama yang mengumumkan kepergian Pak Harto. 

"Setelah mengumumkan pertama kali Pak Harto ke wartawan, saya sempat enggak percaya. Apa enggak salah ini saya ngomong begini? 

"Tetapi, sekarang saya menganggap bahwa sepertinya saat itu memang sudah diatur Tuhan Yang Maha Esa," kata Dicky. 

"Momen itu saya anggap menjadi bagian perjalanan hidup saya sebagai perwira polisi," pungkas dia.

Meski pernyataan Dicky tidak berimbas pada teguran dari keluarga Soeharto atau atasannya. 

Tetapi, ia juga tak mendapat apreaiasi. Karier dan kehidupan Dicky Sondani selanjutnya berjalan apa adanya.

Baca Juga: Naskah Pidato Pengunduran Diri Presiden Soeharto, 21 Mei 1998

Penulis : Hedi Basri Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas.com


TERBARU