> >

Istana Kaget Tahun 2022 Masih Ada Praktik Dugaan Perbudakan

Politik | 25 Januari 2022, 20:54 WIB
Tim gabungan dari Polda Sumut mendatangi kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat non-aktif Terbit Rencana Perangin Angin. (Sumber: Dok. Polda Sumut via KOMPAS.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Kantor Staf Presiden (KSP) mengutuk keras dugaan praktik perbudakan oleh tersangka suap Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin.

Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani merasa heran di tahun 2022 masih ada dugaan perbudakan yang dilakukan oknum penyelenggara negara.

Terlebih tindakan tersebut sudah dilakukan selama bertahun-tahun, namun tidak mendapat perhatian.

Dugaan perbudakan tersebut terkait ditemukannya ruangan mirip sel tahanan di kediaman Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin.

Baca Juga: Fakta Terbaru Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat, Sudah Ada Sejak 2012 dan Tanpa Izin!

Jaleswari sangat mengapresiasi masyarakat yang melapor ke Migrant Care yang kemudian meneruskannya ke Komnas HAM atas dugaan perbudakan yang sudah dilakukan selama bertahun-tahun oleh terduga pelaku, Terbit Rencana Perangin Angin.

"Saya tidak membayangkan kejahatan perbudakan seperti yang dilakukan bertahun-tahun oleh Bupati Langkat tanpa diketahui masyarakat, dan ini adalah tahun 2022,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (25/1/2022).

Lebih lanjut Jaleswari memastikan pemerintah bakal mengawal kasus praktik dugaan perbudakan yang dilakukan Terbit Rencana. 

Baca Juga: Polisi : Bangunan Sel Milik Bupati Langkat Luas 6x6 Meter Diisi 30 Orang

Tidak hanya itu, pihak-pihak yang ikut terlibat juga akan mendapat hukuman setimpal. 

Jaleswari menilai terduga pelaku akan mendapat hukuman berat dengan ancaman hukuman melanggar UU Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Tortureand Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Anti Penyiksaan) yang diratifikasi Indonesia setelah memasuki masa reformasi 1998.

Selain itu ancaman melanggar UU 5 Tahun 1998, Terbit juga telah disangkakan melanggar UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atas kasus dugaan suap proyek pengadaan di Pemkab Langkat yang ditangani oleh KPK.

Baca Juga: BNN Sebut Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat Nonaktif Bukan Tempat Rehabilitasi

"Saya berharap aparat penegak hukum mendengar suara hati dan rasa keadilan masyarakat dengan menghukum seberat-beratnya pelaku praktik korupsi dan perbudakan," ujar Jaleswari.

Temuan ruangan mirip sel tahanan pribadi Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin ini diketahui bermula dari penggeledahan rumah Terbit di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara oleh KPK.

Masyarakat kemudian melaporkan ke Organisasi buruh migran, Migrant Care, dan laporan tersebut diteruskan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Ruangan sel tahanan pribadi tersebut berada di halaman belakang rumah pribadi Terbit.

Baca Juga: Soal Kerangkeng Manusia, BNN Langkat Seret Nama Ketua DPRD Terkait Izin Tempat Rehabilitasi

Bangunan menyerupai ruang tahanan itu berada di tanah seluas 1 hektare. Terdapat gedung dengan ukuran 6x6 meter yang terbagi dua kamar dengan kapasitas kurang lebih 30 orang.

Antarkamar dibatasi dengan jeruji besi sebagaimana layaknya bangunan sel tahanan. 

Sebelumnya seperti diberitakan KOMPAS.TV, Ketua Migrant Care Anis Hidayah menilai kerangkeng manusia yang berada di rumah Terbit Rencana Perangin Angin diduga digunakan untuk modus perbudakan pekerja sawit.

Para penghuni ruangan tersebut digunakan untuk menampung para pekerja setelah menggarap ladang sawit.

Baca Juga: Kronologi Penemuan Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat, Diduga Tempat Perbudakan

Mereka disebut bekerja sedikitnya 10 jam setiap harinya. Setelah dimasukkan ke kerangkeng selepas kerja, mereka tidak memiliki akses untuk ke mana-mana dan hanya diberi makan dua kali sehari secara tidak layak.

"Ada dua sel di dalam rumah Bupati yang digunakan untuk memenjarakan sebanyak 40 orang pekerja setelah mereka bekerja," ujar Anis, Senin (24/1).
 

Penulis : Johannes Mangihot Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU