> >

KPK Sebut Puspom Hentikan Penyidikan Dugaan Korupsi Helikopter AW-101, Panglima TNI Akan Telusuri

Hukum | 28 Desember 2021, 09:57 WIB
Panglima TNI, Jenderal Andika Perkasa, akan menelusuri penghentian penyidikan kasus dugaan korupsi pembelian helikopter Augusta Westland (AW)-101. (Sumber: Kompastv)

Sebelumnya, pada Selasa (12/11/2021), Wakil Ketua KPK saat itu, Laode M Syarif menyatakan salah satu kendala dalam penanganan kasus ini adalah kompleksitas penanganan dan pengumpulan alat bukti.

Padahal, di saat yang sama KPK telah berkoordinasi dengan POM TNI untuk pengungkapan kasus.

"KPK menangani satu orang pihak swasta, sedangkan POM TNI menangani tersangka dengan latar belakang militer," kata Laode melalui keterangan tertulis, Selasa (12/11/2019).

TNI telah menetapkan lima tersangka dalam kasus ini, yakni Kepala Unit Pelayanan Pengadaan Kolonel Kal FTS SE, pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa Marsekal Madya TNI FA, dan pejabat pemegang kas Letkol administrasi WW.

Lainnya, staf pejabat pemegang kas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu, yakni Pelda (Pembantu Letnan Dua) SS dan asisten perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara Marsda TNI SB.

Selanjutnya, staf pejabat pemegang kas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu, yakni Pelda (Pembantu Letnan Dua) SS dan asisten perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara Marsda TNI SB.

Sementara, KPK menetapkan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) Irfan Kurnia Saleh sebagai tersangka.

Kasus ini bermula saat TNI Angkatan Udara melakukan pengadaan satu unit helikopter AgustaWestland AW-101 pada 2016 lalu.

Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) saat itu, Marsekal Agus Supriatna menyebut pihaknya akan membeli enam unit helikopter yang berasal dari Inggris tersebut.

Baca Juga: KPK dan POM TNI Cek Fisik Helikopter AW-101

Rinciannya, tiga unit untuk alat angkut berat dan tiga unit untuk kendaraan VVIP.

Namun, Presiden Jokowi pada Desember 2015 silam menolak usulan pengadaan helikopter tersebut, karena menurutnya harga helikopter itu terlalu mahal di tengah kondisi perekonomian nasional yang belum terlalu bangkit.

Setahun kemudian, TNI AU tetap membeli helikopter tersebut meski mendapat penolakan Presiden. Meski demikian, KSAU menegaskan bahwa helikopter yang dibeli hanya satu unit. Helikopter tersebut juga dibeli dengan anggaran TNI AU, bukan Sekretariat Negara.

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Purwanto

Sumber : Kompas.com


TERBARU