> >

Reforma Agraria dan Perubahan Iklim Masuk 4 Agenda Penting Muktamar NU ke-34 di Lampung

Sosial | 17 Desember 2021, 08:43 WIB
Muktamar NU akan bahas reforma agraria sampai perubahan iklim di lampung mendatang (Sumber: Kompas.tv/Istimewa)

Idris mengatakan, dampak dari ketimpangan alokasi tanah yang besar-besaran untuk korporasi merupakan penyebab utama perubahan iklim. Begitu pula musibah-musibah bencana alam yang terjadi di Indonesia.

“Itu bukan hanya musibah alam biasa yang itu memang faktor alam, artinya tidak ada kaitannya dengan ulah manusia, tetapi banyak sekali juga yang berkaitan dengan kerusakan lingkungan yang diakibatkan atau disebabkan oleh eksploitasi atas tanah yang besar-besaran oleh koorporasi,” tegas Idris.

Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah Muktamar NU akan merekomendasikan kepada pemerintah untuk menerbitkan landasan hukum yang kuat dan komprehensif yang benar-benar mengatur antisipasi perubahan iklim.

“Tujuannya agar anak cucu kita ke depan tidak mendapatkan warisan musibah yang bernama perubahan iklim itu. Kalau manusia tidak serakah, maka kerusakan-kerusakan yang ada di bumi mungkin tidak parah seperti hari ini, sehingga PBNU melalui komisi qanuniyah merekomendasikan pemerintah agar menerbitkan undang-undang strategi untuk menangani perubahan iklim,” katanya.

Baca Juga: Qasidah Muktamar NU Resmi Diluncurkan, Ditulis Ulama Kharismatik Jawa Timur, Begini Lirik Lengkapnya

R-KUHP

Masalah ketiga yang dibahas adalah soal Rancangan KUHP yang hingga kini masih ditangguhkan. Pembahasan mengenai R-KUHP ini sebenarnya telah dilakukan dalam Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) NU di Lombok pada 2017.

“Kita sudah menyuarakan dan mendukung 100 persen keberadaan KUHP baru ini. Namun sayang proses itu berhenti ketika terjadi demonstrasi pada 2019, yang akhirnya membuat DPR dan Presiden (Joko Widodo) menunda pengesahannya,” ungkap Anggota Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah Muktamar NU Syamsudin Slawat Pesilette.

Syamsudin menjelaskan bahwa di dalam R-KUHP saat ini mengakomodasi tiga kesatuan hukum yang berlaku. Pertama, hukum yang berasal dari Belanda. Kedua, hukum Islam yang berlaku pada masyarakat Muslim di Indonesia. Ketiga, berasal dari hukum adat.

Perdebatan yang saat ini muncul dalam KUHP adalah soal kesusilaan atau perzinaan. Konsep zina yang berlaku sekarang hanya berupa perselingkuhan atau persetubuhan yang dilakukan oleh pasangan yang masing-masing sudah menikah. Sementara persetubuhan antara pasangan yang belum menikah dianggap tidak melanggar hukum.

“Di R-KUHP ini ditentukan bahwa persetubuhan yang dilakukan di luar nikah itu zina. Artinya sudah merangkum nilai-nilai hukum Islam dan adat yang berlaku. Itulah kenapa kita perlu mendukung bahkan mendesak R-KUHP ini segera disahkan,” katanya.

Baca Juga: Jelang Muktamar, Sejumlah Profesor dan Akademisi di Jawa Timur Beri Rekomendasi untuk Masa Depan NU

RUU PPRT

Anggota Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah Muktamar NU Abdullah Anik Nawawi mengatakan, Indonesia saat ini belum memiliki undang-undang khusus yang berfungsi melindungi hak-hak para PRT. Karena itu, NU akan mendorong pemerintah segera mengesahkan RUU PPRT ini. 

“Selama ini kita hanya punya peraturan menteri, tetapi itu tidak cukup karena tidak bisa dijadikan landasan hukum. Misalnya ketika PRT mengalami tindakan kekerasan dan pelecehan,” katanya.

Ia membeberkan bahwa RUU PPRT ini sudah mulai disuarakan sejak 17 tahun lalu, tetapi pengesahannya selalu ditunda-tunda. Menurut Abdullah, kemungkinan ada pihak-pihak yang merasa tidak diuntungkan kalau PRT dilindungi haknya.

“Kemudian, melalui komisi ini kita ingin memberikan penjelasan kepada publik terkait pengakuan kepada PRT. Selama ini PRT itu selalu identik dengan pembantu dan kita ingin mengubah cara pandang itu,” katanya.

Sebab dalam pandangan fikih, lanjut Abdullah, PRT disebut sebagai al-ajir al-khos atau seorang pekerja profesional dengan kemampuan khusus. Pekerjaan ini setara dengan profesi-profesi lain.

“Jadi PRT itu di dalam Islam justru ditempatkan pada posisi sejajar dengan pekerja-pekerja yang lainnya. Karena ditempatkan di sana maka tidak boleh dianggap sebagai subordinat seperti selama ini, seperti hanya bawahan dan asisten. Nah Islam tidak begitu. Kita akan bahas (RUU PPRT) secara detail,” tegasnya.

Ia berharap, pembahasan yang secara detail itu ditambah dengan memberikan banyak landasan keagamaan yang kuat di dalam draf bahasan, mampu mendorong berbagai pihak termasuk pemerintah untuk segera mengesahkan RUU PPRT ini.

Penulis : Dedik Priyanto Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU