> >

Cegah Guru Jadi Pelaku Kekerasan Seksual, P2G: Mesti Diberi Pemahaman Kesetaraan Gender

Peristiwa | 12 Desember 2021, 12:56 WIB
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim (Sumber: Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim menilai penting para pendidik di sekolah dibekali pemahaman terkait kesetaraan gender dan pendidikan seksual.

Selain itu juga, kata Satriwan, penting bagi guru untuk mengedepankan perspektif pencegahan dalam kasus kekerasan seksual.

Dalam hal ini guru perlu dibekali pemahaman dan keterampilan soal Undang-Undang Perlindungan Anak hingga pendidikan hukum dan hak asasi manusia.

"Perspektif guru dan pendidik mengedepankan pencegahan sehingga guru (perlu) dibekali pemahaman wawasan dan keterampilan terkait UU Perlindungan Anak, kekerasan anak, pendidikan hukum dan HAM. Saya rasa ini belum," kata Satriwan Salim dalam program dialog Sapa Indonesia Akhir Pekan KOMPAS TV, Minggu (12/12/2021).

Lebih lanjut, Satriwan juga menyatakan bahwa semestinya guru diberikan pemahaman kesetaraan gender dan pendidikan seksual.

Hal ini disampaikan Satriwan guna merespons pelaku kekerasan seksual di sekolah yang pelakunya adalah guru.

"Guru mesti diberikan pemahaman kesetaraan gender dan pendidikan seksual juga, jadi guru-guru sudah punya kesadaran," ujarnya.

Adapun terkait sekolah-sekolah yang sudah melaporkan kasus kekerasan seksual, Satriwan menegaskan kepada pihak sekolah untuk lebih memikirkan kondisi anak daripada menjaga nama baik lembaga.

Baca Juga: KPAI: 88 Persen Pelaku Kekerasan Seksual di Sekolah adalah Guru, 40 Persen Guru Olahraga

Terlebih saat ini sekolah biasanya lebih menutup diri lantaran masih menganggap kasus kekerasan seksual terhadap anak merupakan aib.

"Sehingga ini bukan memikirkan aib tetapi lebih memikirkan anak daripada kemudian menjaga nama baik lembaga," ujarnya menegaskan.

Sementara itu, menurut Komisioner KPAI Retno Listyarti kasus kekerasan seksual banyak terungkap lantaran korban saat ini sudah berani melaporkan kejadian yang dialaminya.

Terlebih, belum lama ini pemerintah melakui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah mengeluarkan Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021.

Retno menerangkan sebelum periode ini, korban kekerasan seksual itu cenderung tidak mau melapor.

Salah satu penyebab korban kekerasan seksual di sekolah sulit melaporkan kasus yang dialami terlebih jika pelakunya adalah guru karena persoalan relasi kuasa.

Artinya, jika korban berani melaporkan kekerasan justru yang terjadi muncul intimidasi atau ancaman dari guru yang merupakan pelaku.

Padahal kata Retno, apabila kasus kekerasan seksual di sekolah tidak pernah dilaporkan maka yang terjadi korbannya akan terus ada.

"Korban kekerasan seksual itu tidak mau melapor. Dan kalau guru yang menjadi pelaku, kan ada relasi kuasa. Padahal kalau dibiarkan dan tidak pernah diadukan maka korbannya akan terus ada," ujar Retno.

Oleh karena itu, KPAI mendorong pihak sekolah untuk menghindari jalur mediasi apabila terjadi kekerasan seksual di lingkungannya. Terlebih kasus itu terjadi pada anak di bawah umur.

Retno menyatakan dalam Undang-Undang Perlindungan Anak disebutkan bahwa persetubuhan dengan anak merupakan tindak pidana.

"Jadi tidak dikenal suka sama suka atau mau sama mau (dalam kasus kekerasan seksual pada anak). Itu satu konsep yang harus dipahami oleh sekolah. Jadi seharusnya tidak ada mediasi dalam hal ini. Penyelesaian harus ke ranah hukum," pungkas dia.

Baca Juga: Dedi Mulyadi Siap Jadi Orang Tua Angkat Santriwati Korban Kekerasan Seksual Guru Pesantren

Penulis : Nurul Fitriana Editor : Purwanto

Sumber : Kompas TV


TERBARU