> >

Siapa Untung Besar di Balik Tes PCR?

Aiman | 9 November 2021, 13:33 WIB
Ilustrasi tes PCR. Warga melakukan tes swab di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Batang, Jawa Tengah. (Sumber: Dok. Humas Pemkab Batang Jawa Tengah via AIMAN)

Terlepas dari sisi Polemik kepemilikan perusahaan milik Konglomerat, Politisi, hingga Pejabat, ada pertanyaan yang belum terjawab, berapa sih sesungguhnya harga tes PCR?

Saya mencoba mencari tahu langsung ke Pihak Gabungan Pengusaha Alat Kesehatan & Laboratorium (GAKESLAB). Saya menemui Sekjen Gakeslab, Randy Teguh.

Ada informasi yang mengejutkan yang saya dapatkan, saat saya bertanya berapa sih harga PCR sesungguhnya. Randy menyebut selain biaya tidak terkait langsung dengan peralatan untuk Tes PCR, seperti baju Hazmat, Batang pengambil sampel, dan sejumlah lainnya. Tes PCR terdiri atas Mesinnya dan Reagen.

Perumpamaannya adalah Mesin Pencetak di rumah. Ada mesin pencetaknya (printer) dan ada tintanya. Tidak bisa digunakan bila tidak ada salah satunya. Demikian pula dengan tes PCR.

Hitungan dari Gakeslab

Mesin PCR berkisar pada angka ratusan juta rupiah dan bisa digunakan jangka panjang, sementara reagen, bervariasi antara belasan hingga puluhan bahkan ada yang ratusan ribu rupiah pada awal pandemi, karena langka.

Lalu berapa harga tes PCR sesungguhnya. Randy menyebut, "10 ribu pun bisa!" 

Saya bertanya, "kenapa bisa?".  "Jika dilakukan kerja sama operasi, alias skema bisnis tertentu", jawab Randy.

Pertimbangannya adalah, Tes PCR ini akan digunakan dalam jangka panjang, dan semakin banyak yang menggunakan, secara hukum bisnis pasti akan semakin murah, karena harus berpikir soal waktu kembali modal (Payback Period), mesin PCR yang mahal.

Tak bisa disangkal, komponen PCR adalah bisnis. Tapi saat pandemi di mana PCR menjadi sebuah kewajiban bagi Tracing kontak erat maupun Screening pada sejumlah perjalanan, selayaknya dipikirkan bagaimana model bisnis yang punya kewajiban pelayanan pada publik.

Jika ICW dan Koalisi Masyarakat Sipil menghitung keuntungan dari Bisnis PCR selama sekitar setahun terakhir Pandemi ini mencapai lebih dari Rp10 Triliun. Maka ini bukanlah bisnis biasa. Alias bisnis Luar Biasa!

Satu pesan, pantau & tertibkan harga wajarnya untuk pelayanan, demi kesehatan publik.

Saya Aiman Witjaksono...

Salam!
 

Penulis : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU