> >

Ironi Penolakan Aturan Pencegahan Kekerasan Seksual dan Banyaknya Korban Takut Melapor

Hukum | 8 November 2021, 17:27 WIB
Ilustrasi kekerasan seksual di universitas. (Sumber: Kompas TV/Ant/Andreas Fitri Atmoko)

Muhammadiyah menilai ada masalah formil dan materiil yang salah satunya terkait dugaan pelegalan seks bebas.

Ketua Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan PP Muhammadiyah Prof Lincolin Arsyad menyebut, ada pelegalan seks bebas di pasal 5 ayat 2 Permendikbud Ristek 30/2021.

Baca Juga: Seorang Pemuka Agama di Tangerang Terseret Kasus Pelecehan Seksual Terhadap Anak di Bawah Umur

“Rumusan norma kekerasan seksual yang diatur dalam pasal 5 Permen Dikbudristek No 30 Tahun 2021 menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan asusila dan seks bebas berbasis persetujuan,” ujar Lincolin pada Senin, dikutip dari ANTARA.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM itu juga menyoroti pelanggaran otonomi kampus dan hukuman berat bagi universitas yang tidak patuh aturan.

“Pertama, aturan itu mengatur materi muatan yang seharusnya diatur dalam level undang- undang, seperti mengatur norma pelanggaran seksual yang diikuti dengan ragam sanksi yang tidak proporsional. Kedua, Permendikbudristek No 30 Tahun 2021 mengatur norma yang bersifat terlalu rigid dan mengurangi otonomi kelembagaan perguruan tinggi,” papar Lincolin.

Lalu, Lincoln juga menilai pembuatan Permendikbud Ristek 30/2021 tidak memenuhi asas keterbukaan.

Ia meminta pula agar Kemendikbud Ristek di masa depan membuat aturan yang lebih mengakomodasi suara masyarakat dan merevisi Permendikbud Ristek 30/2021.

“Kemendikbudristek dalam merumuskan kebijakan dan peraturan berdasarkan pada nilai-nilai agama, Pancasila, dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” katanya.

Baca Juga: BEM UNRI Minta Mahasiswa Dilibatkan dalam Pengusutan Kasus Dugaan Pelecehan Seksual

Penulis : Ahmad Zuhad Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV/Antara


TERBARU