> >

Apa Itu Istilah FOMO-JOMO?

Gaya hidup | 14 Oktober 2021, 16:50 WIB
Ilustrasi fenomena FOMO-JOMO, fenomena yang takut ketinggalan tern di media sosial. (Sumber: Istimewa/Kompas.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Fear of Missing Out dan Joy of Missing Out atau dikenal dengan (FOMO-JOMO) adalah istilah yang belakangan digunakan untuk menggambarkan sikap keterhubungan manusia dengan internet.

FOMO-JOMO digambarkan seperti dua sisi koin. FOMO sering dimaknai sebagai keinginan untuk terus terkoneksi dengan internet agar tidak ketinggalan tren. 

Sebaliknya, JOMO dianggap sebagai cara terbaik untuk mengatasi FOMO, yaitu dengan meninggalkan internet dan acuh tak acuh terhadap tren.

Namun karena belum membumi, beberapa orang salah kaprah dengan pengertian FOMO-JOMO. Oleh karena itu, Psikolog Adi Dinardinata mencoba menerangkan lebih jauh soal FOMO-JOMO itu.

Baca Juga: Videonya Pukuli Pacar Viral di Media Sosial, Pria Ini Akhirnya Menyerahkan Diri ke Polisi

Dilansir dari Kompas.com, Adi menjelaskan, bahwa seperti FOMO, JOMO juga bukan tentang melepaskan diri dari dunia maya dan meninggalkannya sama sekali. 

Bagi dia, JOMO merupakan sikap yang tetap merasa nyaman meskipun melewatkan banyak hal yang sebenarnya tidak ingin dilewatkan. 

"Joy of Missing Out, sesuai namanya, menikmati melewatkan berbagai hal yang tidak ingin kita lewatkan," kata Adi. 

Masyarakat sering menganggap menjadi JOMO adalah solusi dari FOMO. 

Oleh karena itu, Adi menekankan agar lebih hati-hati dalam memaknai istilah ini. Sebab, dikhawatirkan JOMO justru dianggap sebagai kenyamanan untuk melepaskan sesuatu. Hal ini bisa membuat individu menjadi tidak produktif.

Menurutnya, jalan tengah dari fenomena ini adalah dengan menghadapi serta mengatasi rasa takutnya, bukan dengan menghindar dan melepaskan diri dari dunia "JOMO ini kalau tidak diedukasi dengan baik akan menyesatkan masyarakat untuk pindah dari yang ekstrem satu ke masalah yang ekstrem lain."

Kata dia, meskipun kita menikmati melewatkan apa pun, menikmati tidak melakukan apa pun, tapi itu juga tetap tidak baik. 

"Walaupun menikmati itu nggak bagus juga karena tidak produktif. Kita tidak mengejar apa yang kita inginkan, itu masalah juga, walaupun dia happy," terangnya.

Baca Juga: Fresh Graduate Merapat! TikTok Buka Lowongan Media Sosial, Ini Kualifikasinya

Selain JOMO, fenomena FOMO juga kadang disalahpahami banyak orang. Bagi dia, fenomena FOMO pun berkaitan dengan ketakutan, bukan sekadar keinginan.

Adi mengungkapkan bahwa banyak yang keliru memahami FOMO sebagai keinginan untuk terus terhubung dengan media sosial ataupun gadget. 

Pemahaman ini keliru, kata Adi. Alasannya, karena rasa ingin dan rasa takut adalah dua hal yang sangat berbeda. "Kalau kita hanya sekedar ingin tetap keep up, dan sebenernya tidak takut melewatkannya juga, itu bukan FOMO. FOMO itu pola perilaku dan rasa takutnya seperti orang yang obsesif kompulsif," jelasnya. 

Adi menyebut FOMO adalah ketakutan. Takut melewatkan sesuatu, bukan ingin selalu terhubung. "Jadi, FOMO itu bukanlah rasa ingin. FOMO itu rasa takut," jelasnya. 

Sisi lain, Adi mengungkapkan bahwa FOMO tidak melulu ketakutan yang berkaitan dengan internet. Kata Adi, fenomena FOMO sebenarnya sudah terjadi lama sebelum era internet. 

FOMO, tambah Adi, tidak hanya tentang takut melewatkan sesuatu yang ada di media sosial. Segala hal yang terkait dengan takut melewatkan sesuatu, itu FOMO. 

Beberapa fenomena FOMO yang terjadi sebelum internet kata Adi adalah takut ketinggalan berita. Takut melewatkan kesempatan untuk mendapatkan yang diinginkan, karena belum tentu ada lagi kesempatan berikutnya, bahkan takut kelewat promo diskon. 

"Semua itu adalah FOMO," pungkasnya.

Baca Juga: Mengapa Orang Bunuh Diri dan Menyiarkannya di Media Sosial?

Penulis : Hedi Basri Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas.com


TERBARU