> >

BNPB: Agustus 2021 Didominasi Bencana akibat Curah Hujan dan Kekeringan

Peristiwa | 4 September 2021, 11:04 WIB
Ilustrasi fenomena alam hidrometeorologi. Warga melihat kondisi lokasi tanah longsor dan banjir bandang di Kampung Suruluk, Desa Wangunjaya, Leuwisadeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (13/5/2020). (Sumber: Kompastv/Ant)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Sebagian besar bencana alam yang terjadi pada Agustus 2021, menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dipengaruhi oleh curah hujan dan kekeringan.

Plt Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan dominasi bencana hidrometeorologi masih terjadi di sejumlah daerah.

"Sepanjang Agustus, bencana hidrometeorologi masih mendominasi di wilayah Indonesia. BNPB mencatat jumlah bencana alam sebanyak 155 kejadian selama bulan tersebut," ungkap Muhari dalam pernyataan tertulis, Sabtu (4/9/2021).

Berdasarkan peta sebaran kejadian bencana, fenomena alam hidrometeorologi yang terjadi terbagi menjadi dua, yakni basah dan kering.

Baca Juga: Hadapi Bencana Kekeringan, BNPB Bagikan Langkah Kesiapsiagaan untuk Pemerintah Daerah

Oleh sebab itu, Muhari mengingatkan pentingnya kesiapsiagaan daerah terhadap bencana alam akibat hidrometeorologi yang berbeda itu.

Contoh daerah yang mengalami dua fenomena alam berbeda itu adalah Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.

"Fenomena itu memicu kejadian banjir sekaligus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dengan frekuensi yang cukup tinggi di Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan," jelas Muhari.

Selama satu bulan terakhir, Kalimantan Tengah tercatat telah mengalami banjir sebanyak tujuh kali dan karhutla sebelas kali.

Sementara itu, Kalimantan Selatan sudah dilanda banjir empat kali dan karhutla sepuluh kali sepanjang Agustus lalu.

Baca Juga: Banjir dan Longsor Diprediksi akan Meningkat Hingga Akhir Tahun, BNPB Bersiap

Melihat catatan tesebut, Muhari meminta kepada pemerintah daerah untuk lebih meningkatkan kesiapsiagaan bencana hingga ke tingkat masyarakat.

Hal tersebut perlu digencarkan karena potensi banjir dan karhutla pada suatu provinsi bergantung pada karakteristik wilayah setempat.

"Dimulai dengan informasi cuaca yang berpotensi membawa bahaya banjir, banjir bandang, dan tanah longsor, serta karhutla pada saat bersamaan," jelas Muhari.

Menurut Muhari, dengan meneruskan segala informasi dan upaya-upaya kesiapsiagaan bencana ke lingkup yang lebih kecil, maka peringatan dini bisa ditindaklanjuti lewat aksi cepat atau early action.

"Tentu saja membutuhkan informasi spesifik cuaca dari lembaga terkait, sehingga pemerintah daerah bisa lebih jelas dalam memberikan panduan kepada masyarakat. Misalnya kapan, siapa, dan di mana saja yang harus evakuasi," tandasnya.

Penulis : Aryo Sumbogo Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : BNPB


TERBARU