> >

Pakar Hukum Sebut Cara Pemerintah Tagih Dana BLBI Rumit dan Akan Berlarut-larut

Hukum | 28 Agustus 2021, 21:22 WIB
Menko Polhukam Mahfud MD, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Ketua Harian Satgas BLBI Rionald Silaban ketika pemasangan plang penguasaan fisik aset milik salah satu obligor BLBI di daerah Lippo Mall Karawaci, Tengerang, Jumat (27/8/2021). (Sumber: Youtube Kementerian Keuangan)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pakar hukum pidana pencucian uang Universitas Pakuan Yenti Garnasih mengkritik pilihan pemerintah untuk menagih Dana BLBI menggunakan proses hukum perdata. Yenti mengaku pesimistis penagihan ini bisa selesai pada 2023.

Ia menyebut, tidak mudah menagih dengan mengambil alih jutaan hektar tanah dari penerima dana BLBI dulu.

“Ada sekian juta hektare tanah. Tapi kan tidak semudah itu. Tanah itu atas nama siapa?” kata Yenti dalam Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Sabtu (28/8/2021).

Baca Juga: Ini Cara Kerja Satgas BLBI Tagih Piutang Negara yang Sudah Lebih dari 20 Tahun

Lebih jauh, Yenti menyoroti tidak adanya transparansi nama-nama penerima, termasuk 48 orang nasabah bank penadah dana BLBI.

“Ada beberapa pihak yang menjanjikan membayar atau menyerahkan, tapi tidak transparan. Kita tidak tahu itu siapa, sekian puluh juta hektare tanah itu statusnya seperti apa,” ujar Yenti.

Ia menduga, penagihan Dana BLBI ini akan menjadi makin rumit dan berlarut-larut dengan proses perdata saat ini.

“Agak repot kalau sudah terlanjur menggunakan proses hukum perdata. Hanya karena tidak mau bayar, dipidanakan. Ini kan harus dilihat tidak mau bayarnya kenapa? Apakah dulu ada keterangan-keterangan yang tidak sesuai. Jadinya, makin rumit,” urai Yenti.

“Saya pesimistis 2023 bisa selesai karena sudah terlalu lama (kasus BLBI molor),” imbuh Yenti.

Ia sendiri yakin, pemerintah masih bisa membawa kasus BLBI ke ranah pidana korupsi.

Penulis : Ahmad Zuhad Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU