> >

Pandemi Bisa Pengaruhi Resiliensi Orang Indonesia, Berikut Studi Psikologinya

Kesehatan | 10 Juli 2021, 16:51 WIB
Ilustrasi resiliensi . (Sumber: PIXABAY)

Selain itu, berdasarkan data dari 5.817 responden berusia 18 hingga 82 tahun, diketahui bahwa mahasiswa menjadi kelompok dengan rata-rata resiliensi paling rendah. Begitu juga dengan guru dan ibu rumah tangga.

Sementara, jika melihat persentase jumlah orang yang memiliki resiliensi rendah, pekerja informal memiliki angka yang paling tinggi dibanding kelompok pekerjaan lainnya.

Sedangkan, kelompok profesional masih tergolong lebih baik dibanding kelompok lain, dengan kelompok dosen jadi yang paling tinggi tingkat resiliensinya.

Kendati demikian, yang tak boleh terlewatkan dari hasil penelitian tersebut adalah temuan bahwa afek positif sebagai faktor yang paling berpengaruh pada resiliensi seseorang.

Baca Juga: Jaga dan Kenali Kesehatan Mental di Balik Panic Buying

Afek positif adalah kecenderungan seseorang untuk mengalami emosi positif, serta berinteraksi dengan orang lain dan mengatasi tantangan hidup secara positif.

Artinya, semakin sering seseorang mengalami afek atau emosi positif, maka semakin baik pula resiliensinya. Semakin tinggi kesehatan mental dan kepuasan hidup seseorang, semakin tinggi pula resiliensinya.

Sehingga, dalam situasi yang berat seperti pandemi saat ini, seseorang sangat mungkin memiliki resiliensi yang rendah walau ia tetap merasa puas dengan hidupnya.

“Harapan kami, hasil penelitian ini dapat menjadi suatu bahan intervensi dari berbagai stakeholder guna meningkatkan ketangguhan kita sebagai bangsa. Ini merupakan salah satu upaya dunia pendidikan," tutup Dekan Fakultas Psikologi UI, Tjut Rifameutia Umar Ali.

Penulis : Aryo Sumbogo Editor : Fadhilah

Sumber : Kompas TV


TERBARU