> >

Jadi Polemik, Ini Pertimbangan Unhan Berikan Gelar Profesor Kehormatan ke Megawati

Politik | 11 Juni 2021, 18:37 WIB
Pengukuhan Gelar Profesor Kehormatan kepada Megawati Soekarnoputri, Jumat (11/6/2021). (Sumber: Youtube/Ganjar Pranowo)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri resmi dikukuhkan menjadi Profesor Kehormatan Universitas Pertahanan (Unhan) RI.

Pengukuhan dilakukan oleh Ketua Senat Universitas Pertahanan (Unhan) RI, Laksamana Madya TNI Amarulla Octavian di Kampus Unhan, Sentul, Bogor, Jumat (11/6/2021).

Penetapan Profesor Kehormatan terhadap Megawati tersebut tertuang dalam surat Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nomor 33271/MPK.A/KP.05.00/2021.

“Terhitung mulai tanggal 1 Juni 2021 diangkat dalam jabatan Profesor dalam Ilmu Kepemimpinan Strategik ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Mei 2021,” kata Sekretaris Senat Universitas Pertahanan RI saat membacakan surat keputusan tersebut, Jumat.

Sebelumnya, Amarulla Octavian menjelaskan pertimbangan pemberian gelar Profesor Kehormatan kepada Megawati.

Baca juga: Terima Gelar Profesor Kehormatan, Megawati Soekarnoputri akan Didampingi Putera-Puterinya

Ia mengatakan sidang senat akademik Unhan RI telah menerima hasil penilaian Dewan Guru Besar Unhan RI atas seluruh karya ilmiah Megawati Soekarnoputri sebagai syarat pengukuhan menjadi Profesor Kehormatan Ilmu Pertahanan bidang Kepemimpinan Strategik pada Fakultas Strategi Pertahanan.

Dijelaskannya, pemberian gelar itu tidak terlepas dari kepemimpinan Megawati dalam menghadapi krisis multi dimensi di era pemerintahannya.

“Unhan RI mencatat keberhasilan Ibu Megawati saat di pemerintahan dalam menuntaskan konflik sosial seperti penyelesaian konflik Ambon, penyelesaian konflik Poso, pemulihan pariwisata pasca bom Bali, dan penanganan permasalahan TKI di Malaysia,” ucapnya.

Lebih lanjut, kata Amarulla, para Menteri Kabinet Gotong Royong di bawah kepemimpinan Ibu Megawati dan sejumlah guru besar dari dalam dan luar negeri pun mengakui peran Megawati dan telah memberikan rekomendasi akademik atas kuatnya karakter kepemimpinan Megawati.

Ia juga menyebut sejumlah guru besar yang menjadi promotor Ibu Megawati menjadi Profesor Kehormatan.

Baca juga: Dianggap Berhasil Selesaikan Konflik Sosial, Megawati Bakal Diberi Gelar Profesor Kehormatan

Beberapa guru besar dari dalam negeri yang memberikan rekomendasi akademik berasal dari beberapa Perguruan Tinggi Negeri papan atas. Sedangkan guru besar dari luar negeri berasal dari Jepang, Cina, Korea Selatan dan Perancis.

Polemik Pengukuhan Gelar Profesor kepada Megawati

Pengukuhan gelar profesor kehormatan kepada Megawati bukan tidak menjadi polemik.

Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nizam mengatakan tidak ada gelar profesor kehormatan di perguruan tinggi.

Nizam menjelaskan gelar kehormatan yang bisa diberikan oleh perguruan tinggi kepada seseorang yang dinilai memiliki jasa atau karya luar biasa disebut gelar doktor kehormatan. Gelar ini pun berbeda dengan status guru besar tidak tetap.

Berdasarkan Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi No 65 Tahun 2016 tentang Gelar Doktor Kehormatan, gelar doktor kehormatan diberikan oleh perguruan tinggi kepada seseorang dengan jasa yang luar biasa dalam ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau berjasa dalam bidang kemanusiaan.

Nizam juga mengatakan pengangkatan seseorang menjadi guru besar tidak tetap dilakukan dengan aturan dan fungsi yang berbeda lagi. Ia menjelaskan guru besar atau profesor bukan merupakan gelar, melainkan jabatan.

"Guru besar atau profesor merupakan jabatan fungsional tertinggi seorang dosen. Dalam UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi diatur tentang profesor atau guru besar tidak tetap," ujarnya.

Baca juga: Pro-Kontra Pemberian Gelar Profesor Kehormatan buat Megawati

Sementara itu, pakar ilmu komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga menilai pemberian gelar profesor buat Megawati itu harusnya melalui proses akademik yang panjang.   

"Untuk memperoleh jabatan akademik tertinggi di perguruan tinggi itu memerlukan proses panjang dan berliku. Pendidikannya juga harus lulusan S3 (doktor),"

"Untuk Profesor Madya saja, akademisi harus memiliki kumulatif angka kredit (KUM) 850. Sementara untuk Profesor penuh diperlukan KUM 1000," katanya.

Menurut Jamiluddin, para akademisi merasa tidak adil bila ada seseorang yang terkesan begitu mudahnya memperoleh jabatan profesor. 

"Moral akademisi bisa-bisa melorot melihat realitas tersebut. Apalagi kesan politis begitu kental dari pemberian jabatan profesor tersebut," pungkasnya.

Penulis : Baitur Rohman Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU