> >

Sanksi Pelanggaran THR Tak Timbulkan Efek Jera

Sosial | 10 Mei 2021, 17:46 WIB
Serikat buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menggelar aksi unjuk rasa tolak Omnibuslaw UU Cipta Kerja dan meminta Menaker untuk menarik surat edaran yang telah dikeluarkan. Aksi ini dilakukan di pelataran Gedung Kemenakertrans, Jakarta Selatan pada Selasa 10 November 2020 (Sumber: Raeka Singgar/Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Penegakan sanksi terhadap perusahaan yang melanggar ketentuan tunjangan hari raya belum tegas. Sanksi yang diberikan tidak memberikan efek jera sehingga pelanggaran terus berulang.

Posko Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan 2021 Kementerian Ketenagakerjaan mencatat ada 1.860 laporan terkait THR yang masuk hingga 7 Mei 2021. Jumlah tersebut terdiri dari 684 konsultasi THR dan 1.176 pengaduan THR.

Beberapa persoalan yang diadukan antara lain perusahaan sama sekali tidak membayarkan THR, hanya membayar sebagian, membayar bertahap dengan kesepakatan atau tanpa kesepakatan, membayar THR bukan dalam bentuk uang, serta pengaduan mengenai perusahaan yang tidak mampu membayar THR karena terdampak pandemi Covid-19.

Melansir dari laman Kompas.id (8/5/2021), pengaduan tahun ini meningkat signifikan dibandingkan dengan laporan Posko THR Lebaran tahun 2020 yang berjumlah 410 laporan.

Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregar mengatakan, dari tahun ke tahun, pengawasan dan penegakan sanksi terhadap pelanggaran pembayaran THR masih sangat lemah. Di atas kertas, pemerintah memang telah mengatur sanksi bagi perusahaan yang melanggar aturan pembayaran THR.

Baca Juga: Jelang Lebaran, Sekjen Kemenaker Minta Buruh Segera Laporkan Pelanggaran THR ke Posko Terdekat

Sanksi diberikan pun bertahap, mulai dari teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian/seluruh alat produksi, sampai pembekuan kegiatan usaha.

Adapun, sanksi tersebut direkomendasikan oleh pengawas ketenagakerjaan ke gubernur, bupati, atau wali kota setempat. Hal itu diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 20 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian Sanksi Administratif tentang Pengupahan.

Namun, kenyataannya, sanksi yang diberikan hanya sebatas teguran tertulis. ”Pengusaha tahu, tidak mungkin izin operasional mereka dicabut karena pemerintah daerah akan kehilangan sumber pendapatan dan pengangguran justru akan meningkat. Sampai saat ini, tidak ada perusahaan pengemplang THR yang izin usahanya dicabut,” terang Timboel.

Hal serupa juga diungkapkan oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal yang menilai penerapan sanksi ujung-ujungnya hanya sebatas retorika. Pemerintah terus menggaungkan penegakan sanksi yang tegas, tetapi tidak ada efek jera yang diciptakan.

“Pemerintah tidak mungkin menghukum sekian banyak perusahaan yang tidak membayar THR,” ujarnya.

Oleh karena itu, Timboel menambahkan, penetapan sanksi perlu dikaji ulang agar efektif memberikan efek jera tanpa perlu berisiko mengakibatkan PHK. Jika perlu, dilakukan revisi perangkat hukum yang mengatur ketentuan pembayaran THR.

 "Misalnya, sanksi pemblokiran sebagian dana di rekening perusahaan sesuai nilai THR yang tidak dibayar,” cetusnya.

Baca Juga: 5 Hari Jelang Lebaran, Posko THR Kemnaker Sudah Terima 1.860 Pengaduan

 

Penulis : Fransisca Natalia Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU