> >

Formappi: Penentuan Layak Tidaknya Sebuah Vaksin Bukan Urusan DPR, Tapi BPOM

Update corona | 15 April 2021, 12:03 WIB
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus di Kantor Formappi, Jakarta Timur, Kamis (26/9/2019). (Sumber: (Kompas.com/Fitria Chusna Farisa) )

JAKARTA, KOMPAS.TV -  Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengingatkan, layak atau tidaknya vaksin bukan urusan DPR, melainkan kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Komentar Formappi tersebut muncul setelah sejumlah anggota DPR dinilai menciptakan kebingungan publik soal Vaksin Nusantara.  

Lucius mengingatkan DPR untuk tidak menciptakan disinformasi yang dapat menyebabkan kegaduhan.

"Saya kira DPR punya tanggung jawab moral untuk mencegah kegaduhan karena disinformasi yang mereka lakukan. Informasi terkait penerimaan vaksin Nusantara ataupun ada yang diminta sampel darahnya harus dijelaskan secara terang benderang ke publik," kata Lucius dikutip dari Kompas.com, Rabu (14/4/2021).

Menurut Lucius, niat baik DPR untuk mendukung vaksin produksi dalam negeri itu patut diapresiasi. Namun, niat baik tidak boleh dilakukan serampangan sehingga berdampak buruk.

"Jangan sampai tindakan mereka dengan informasi yang simpang siur justru membuat publik kebingungan," kata Lucius.

Ia mengatakan, kebingungan di tengah publik seperti ini dapat menurunkan kepercayaan masyarakat kepada DPR, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), maupun vaksin itu sendiri.

Lucius menyarankan apabila ada perbedaan pandangan dengan BPOM, maka harus diselesaikan melalui dialog atau rapat kerja di DPR.

"Jangan sampai DPR memperlihatkan sikap yang tidak taat asas terkait dengan prosedur uji klinis vaksin. Ini bisa sangat berbahaya jika ada persoalan terkait dampak kesehatan yang akan timbul di kemudian hari," kata Lucius.

Sebelumnya,  Rabu (14/4/2021), sejumlah anggota DPR mendatangi (RSPAD) Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta untuk diambil sampel darah dalam rangka uji vaksin Nusantara. 

Baca Juga: Anggota DPR Jadi Relawan Vaksin Nusantara, Kepala BPOM Harap Masyarakat Tidak Bingung

Menurut  Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad,  penyuntikan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta itu hanya pengambilam sampel darah.

"Saya  luruskan, bahwa hari ini kita bukan menerima vaksin atau menyuntik vaksin, tapi baru mengambil sampel darah yang kemudian akan diolah dengan sistem dendritic cell, "katanya kepada  wartawan, Rabu (14/4/2021).

Padahal, Kepala BPOM Penny Lukito telah mengungkap bahwa hasil uji klinik fase I Vaskin Nusantara yang diprakarsai mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto belum bisa lanjut ke uji klinis selanjutnya.

Alasannya, kata Penny, karena beberapa syarat belum terpenuhi, di antaranya cara uji klinik yang baik (good clinical practical), proof of concept, good laboratory practice, dan cara pembuatan obat yang baik (good manufacture practice).

Penny berharap apa yang dilakukan anggota DPR yang menjadi relawan uji klinis vaksin Nusantara tak membuat masyarakat menjadi bingung terhadap keberadaan vaksin tersebut.

"Jadi  BPOM sudah menyampaikan (hasil uji klinis fase satu), itu kembali ke masing-masing pihak. Hanya mudah-mudahan, dampaknya ke masyarakat jangan membuat bingung.  Dan masyarakat harus pintar untuk menilai dan memilih," kata Penny.

Ia megingatkan masyarakat kalau itu bukan uji klinis untuk pendaftaran menjadi vaksin yang akan diproduksi massal dan didaftarkan di BPOM.

Baca Juga: BPOM Belum Izinkan Uji Klinis II Vaksin Nusantara

Belakangan, Kepala RSPAD Gatot Subroto Budi Sulistya menegaskan, anggota DPR datang untuk diambil sampel darahnya.

Baca Juga: DPR Buka Suara Soal Dukungan untuk Vaksin Nusantara Lanjutkan Uji Klinis Meski Tanpa Izin BPOM

"Apabila ada pejabat publik, politisi dan masyarakat yang akan diambil darahnya besok atau lusa berarti hal tersebut baru pengambilan sampel dan bukan pemberian vaksin nusantara," kata Budi.

Penulis : Hedi Basri Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU