> >

BPIP Tekankan Pancasila Bukan Ajaran Dogmatik, Melainkan Realitas Kehidupan

Peristiwa | 15 Maret 2021, 12:05 WIB
Deputi Pengkajian dan Materi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Prof. Adji Samekto saat membuka forum diskusi Penyusunan Bahan Ajar Pancasila bagi Pendidikan Formal di Yogyakarta, Jumat (12/3/2021). (Sumber: BPIP)

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Badan Pengawas Ideologi Pancasila (BPIP) menilai Pancasila sebagai ideologi negara sebaiknya tidak diajarkan dengan cara yang dogmatik, melainkan dipahami dengan sederhana dan rasional.

Deputi Pengkajian dan Materi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Prof. Adji Samekto mempersoalkan bahan ajar Pembinaan Ideologi Pancasila (PIP) yang selama ini terkesan memaksakan.

“Pancasila seharusnya diajarkan dengan cara yang mudah dipahami, sederhana dan rasional. Intinya ada pada objektifikasi atas isi atau substansi. Mengajak memahami konstruksi berpikir anak didik, sifatnya bukan menekan dari atas,” kata Prof. Adji Samekto saat membuka forum diskusi Penyusunan Bahan Ajar Pancasila bagi Pendidikan Formal di Yogyakarta, Jumat (12/3/2021).

Pancasila tidak bisa diperlakukan sebagai materi eksternal yang diinternalisasikan, seolah menghapus apa yang menjadi aspirasi. Maknanya dihidupkan dari apa yang telah menjadi kebijakan publik.

Adji berharap, PIP yang disusun untuk tingkat pendidikan Usia Dini hingga Perguruan Tinggi nantinya tidak bersifat terlalu teoritik, melainkan mengarah pada ilustrasi nilai-nilai Pancasila sebagai realitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

“Bicara Pancasila bukan bicara di ranah kosong atau abu abu namun di ranah konkrit, mengutamakaan contoh contoh riil, ranah nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam berbagai level dan tingkatan pendidikan,” ungkap Adji.

Senada dengan BPIP, Rektor Universitas Islam Yogyakarta Profesor  Al-Makin menekankan pentingnya penyusunan buku bahan ajar Pancasila yang mudah dipahami namun tidak dogmatis. Nilai-nilai Pancasila perlu disampaikan dengan sederhana, rasional, dan dengan perspektif lintas iman.

“Disamping sederhana, hindari cara-cara yang bersifat dogmatis. Menerangkan Pancasila secara sederhana, rasional, tidak bersifat teoretik yang sifatnya menekan. Hindari sesuatu yang sifatnya ekstrim, doktriner, dan dogmatis,” jelas Al-Makin.

Al-Makin ingin penyusunan buku bahan ajar ini memperhatikan trade mark Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, yakni prinsip perspektif interfaith dan interreligius.

Lanjutnya, perspektif interfaith ini perlu dikenalkan mulai dari pendidikan dasar. Mengenalkan iman lain dengan cara yang lebih baik merupakan persoalan yang sangat penting dilakukan di kehidupan masyarakat multikultural.

Penulis : Elva Rini Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU