> >

Masalah Sertikat Tanah Elektronik Menurut Pengamat, Rentan Dibajak hingga Monopoli Tanah

Berita utama | 5 Februari 2021, 09:11 WIB
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyerahkan secara simbolis sertifikat hak atas tanah kepada masyarakat melalui program Sertifikat Tanah untuk Rakyat Seindonesia di Istana Negara, Jakarta, Senin (5/1/2021). (Sumber: SETPRES/AGUS SUPARTO)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pengamat isu agraria dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyatakan masyarakat belum membutuhkan sertifikat tanah elektronik.

Sebabnya, masih banyak tanah yang belum terdaftar secara sistematis.

“Dari sisi prioritas, langkah ini belum dibutuhkan. Bukan hal urgent dan prioritas. Sebab pendaftaran tanah sistematis di seluruh wilayah Indonesia belum dilakukan,” tulis Sekretaris Jenderal Dewi Sartika dalam rilis resmi, Kamis (4/2/2021).

Baca Juga: Lebih dari 500 Kantor Pertanahan di Indonesia Belum Siap Program Sertifikat Tanah Elektronik

Dewi juga menyoroti penggunaan dana APBN yang mestinya untuk pembuatan data pertanahan yang lengkap.

“Seharusnya konsentrasi dana APBN dan kerja kementerian diarahkan kepada usaha-usaha pendaftaran seluruh tanah di Indonesia, tanpa kecuali, baik tanah kawasan hutan maupun tanah non kawasan hutan,” tambah Dewi.

Ia menyebut, data yang sudah sistematis ini dapat menjadi dasar pelaksanaan reforma atau pembaruan agraria.

Sementara, proses pembuatan sertifikat tanah elektronik mestinya menjadi langkah terakhir, menurut Dewi.

Ini terutama terkait dengan tanah sengketa yang tak termasuk dalam kebijakan pembuatan sertifikat tanah elektronik. Sementara, banyak kasus masyarakat bersengketa dengan BUMN.

Baca Juga: Sertifikat Tanah Elektronik Berlaku 2021, Bagaimana Kekuatan Hukumnya?

Penulis : Ahmad-Zuhad

Sumber : Kompas TV


TERBARU