> >

Cerita Gelandangan Kapok Masuk Panti, Endingnya "Dibuang" Jauh dari Jakarta

Viral | 2 Februari 2021, 14:21 WIB
Ilustrasi gelandangan (Sumber: Kompas.com/Agus Susanto)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Sejumlah gelandangan di Jakarta mengaku kapok masuk panti sosial karena pelayanannya yang tak enak. Para gelandangan di Ibu Kota biasanya akan diciduk untuk dibawa ke panti sosial. 

Hal ini dialami oleh Ocit (45) dan Boim (40).

Kedua gelandangan yang kerap beristirahat di pinggir Jalan Bhakti, Cideng, Gambir, Jakarta Pusat, ini pernah tinggal di panti sosial meski dalam hitungan hari. 

Mereka lebih memilih hidup di jalanan Ibu Kota karena memiliki pengalaman kelam saat berada di panti sosial milik pemerintah.

Boim bahkan sudah tiga kali masuk-keluar panti sosial. Pria asal Aceh ini trauma kembali ke panti sosial karena dia sempat "dibuang" di kawasan Comal, Pemalang, Jawa Tengah, seusai menjalani masa rehabilitasi.

Saat itu, dia hanya dibekali uang Rp 50.000 untuk bertahan hidup.

"Saya kena razia karena tidur di emperan toko waktu itu. Eh, tahunya 'dibuang' sampai ke Comal. Pokoknya disuruh jauh-jauh dari Jakarta. Tapi, akhirnya bisa balik lagi kemari naik kereta barang," kata Boim mengutip Tribunnews, dari Kompas.id, Senin (1/2/2021).

Sebelum "dibuang" ke Pemalang, Boim tinggal di salah satu panti sosial di Jakarta selama 10 hari. Ia merasa rutinitas di panti itu cukup menjemukan.

Salah satu yang paling dia ingat adalah melakukan olahraga senam setiap pagi. Selebihnya hanya makan dan melamun.

"Enggak boleh merokok, jadi bosan. Makan di sana juga tak enak," katanya. 

Boim juga tidak nyaman ketika diminta menjaga kebersihan diri di panti sosial. Para petugas juga tidak akan segan-segan memandikannya jika dia menolak mandi.

Hal yang sama dialami Ocit. Dia pernah masuk ke salah satu panti sosial di kawasan Jakarta Barat selama tiga hari.

Di panti itu, Ocit ditempatkan di sebuah barak bersama sekitar 25 penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) lainnya. Selama di panti, Ocit tidak pernah mendapatkan pelatihan atau kegiatan rehabilitasi sosial.

Menteri Risma janjikan perubahan

Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini atau Risma. (Sumber: DOK Pemkot Surabaya/Kompas.com)

Di lain kesempatan, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Minggu (31/1/2021), berjanji akan mengubah pola penanganan gelandangan dan PMKS.

Untuk penanganan gelandangan dan PMKS, Kemensos menganggarkan sekitar Rp 1,2 triliun.

Kepala Seksi Layanan Rehabilitasi Sosial Pangudi Luhur Ahmad Sahidin menyebutkan, pelatihan kewirausahaan di salah satu balai yang dikelola Kemensos ini diadakan dalam jangka waktu yang bervariasi sesuai kemampuan gelandangan dan pengemis untuk mandiri.

"Ada yang sepekan, sebulan, atau tiga bulan. Kami asesmen apakah sudah bisa kembali ke keluarga atau masyarakat. Kalau ke masyarakat bisa salurkan untuk magang atau kerja di tempat usaha seperti bengkel motor, proyek, dan sebagainya," kata Ahmad.

Di sisi lain, Pelaksana Harian Wali Kota Jakarta Pusat, Irwandi, menegaskan, masalah gelandangan atau tunawisma bukan hanya ada di Jakarta, tapi juga di seluruh kota besar di Indonesia.

"Saya bukan membela diri. Permasalahan tunawisma itu bukan di Jakarta saja. Ke Surabaya deh, di Medan, di Bandung. Ada enggak kota besar yang enggak ada manusia gerobak?" kata Irwandi, Selasa (5/12/2020).

Irwandi menegaskan pihaknya sudah berkali-kali berupaya menertibkan tunawisma yang ada di wilayah Jakarta Pusat.

Salah satunya dengan menawarkan mereka untuk tinggal di rumah susun. Namun, rusun itu tidak ditinggali dan mereka justru kembali menggelandang di jalan.

"Karena mata pencaharian dia di situ, dia mulung di daerah Menteng, sulit kita kasih rusun. Kita pernah coba tunawisma taruh rusun, rusunnya kan jauh, itu enggak bakal ditempatin. Gerobaknya ditaruh mana, mulungnya dimana, di rusun enggak bisa mulung, pasti lari," ujarnya.

Irwandi menyebut para tunawisma di Jakarta umumnya mempunyai rumah di kampung halaman mereka.

Pemkot Jakpus sudah berkali-kali memulangkan para tunawisma yang menggelandang di jalanan Ibu Kota. Namun mereka kembali datang ke Jakarta karena tak memiliki mata pencaharian di kampungnya.

"Manusia gerobak kan banyak, kita angkutin muncul lagi. Kita pulangin balik lagi. Jadi sulit," tukasnya.

Penulis : Ade-Indra-Kusuma

Sumber : Kompas TV


TERBARU