> >

Cerita Djoko Tjandra Mengeluh Diminta Dua Jenderal Polisi Rp 25 Miliar untuk Hapus Red Notice

Hukum | 15 Desember 2020, 15:13 WIB
Terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra tiba di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Kamis (30/7/2020). Djoko Tjandra ditangkap di Malaysia. (Sumber: KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra bersaksi untuk terdakwa Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo dalam sidang kasus dugaan korupsi terkait kepengurusan red notice, Senin (14/12/2020).

Berdasarkan kesaksiannya, Djoko Tjandra rupanya pernah mengeluhkan mahalnya ongkos untuk mengurus red notice yang diminta oleh Tommy Sumardi.

"Ini ongkos pertama kali Rp 25 miliar. 'Aduh, Tom, banyak banget hanya membersihkan nama saja banyak banget'," kata Djoko Tjandra saat sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, seperti dikutip dari Tribunnews.com.

Tjandra dan Tommy Sumardi juga berstatus terdakwa dalam kasus yang sama.

Baca Juga: "Aduh, Banyak Banget Hanya Membersihkan Nama Saja Rp 25 Miliar"

Negosiasi Jadi Rp 10 Miliar

Setelah bernegosiasi, Djoko Tjandra mengatakan, nominal yang disepakati Rp 10 miliar.

"Saya tawar Rp 5 miliar. Kemudian akhirnya beliau turun Rp 15 miliar. Entah apa kita bicara akhirnya ketemu di titik Rp 10 miliar," ucap Djoko Tjandra.

Ia mengatakan, penghapusan red notice itu dilakukan agar ia bisa masuk ke Indonesia untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) atas kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.

Adapun Djoko Tjandra dijatuhi hukuman penjara dua tahun dan denda Rp 15 juta subsider 3 bulan atas kasus Bank Bali.

"Saya enggak bisa masuk ke Indonesia karena Imigrasi belum melepas saya. Dapat informasi dari, saya tidak ingat. Tetapi kira-kira itu, saya minta ke Tommy untuk melakukan pengecekan. Saya posisi ada di Malaysia, TS di Jakarta. Komunikasi lewat telepon," ujar dia.

Baca Juga: Irjen Napoleon Ungkap Sudah Surati Kejagung 2 Kali untuk Penerbitan Red Notice Baru Djoko Tjandra

Transaksi "Uang Konsultan"

Setelah nominal Rp 10 miliar itu disepakati, pengiriman uang kepada Tommy dilakukan. Djoko Tjandra mengaku mengetahui uang Rp 10 miliar itu sebagai uang konsultan.

Djoko Tjandra melakukan transaksi melalui sekretaris pribadinya, Nurmawan Fransisca, kepada Tommy pertama kali pada 27 April 2020.

Uang yang diserahkan saat itu senilai 100.000 dollar AS.

Penyerahan kedua dengan nominal 200.000 dollar Singapura dilakukan dari Sisca kepada Tommy di Hotel Mulia, pada 28 April 2020.

Ketiga, pada 29 April 2020, uang 100.000 doar AS yang diantar office boy ke Tommy di Resto Meradelima.

Di lokasi yang sama, penyerahan keempat dengan nominal 150.000 dollar AS dilakukan pada 4 Mei 2020.

Kelima, pada 12 Mei 2020, office boy kembali mengantar uang 100.000 dollar AS kepada Tommy di kawasan Tanah Abang.

Dengan proses yang sama yaitu melalui office boy, uang sebesar 50.000 dollar diserahkan kepada Tommy di kediamannya pada 22 Mei 2020.

Kemudian, Djoko Tjandra mengatakan, namanya dalam red notice dan pencekalan sudah dicabut pada 11 Mei 2020.

"Intinya bahwa DPO sudah diangkat," tutur Djoko Tjandra yang sempat buron selama 11 tahun.

Namun, Djoko Tjandra mengaku tak mengetahui uang itu digunakan untuk apa saja oleh Tommy di Indonesia.

Baca Juga: Andi Irfan Jaya Ngaku Buang HP ke Laut karena Ada Foto Djoko Tjandra, Hakim Beri Respons Menohok

Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte berbincang dengan penasihat hukumnya saat sidang dugaan gratifikasi terkait red notice Joko Tjandra di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Senin (23/11/2020). (Sumber: Kompas/Heru Sri Kumoro)

 

Dugaan Suap 2 Jenderal Polisi

Dalam kasus red notice, Djoko Tjandra didakwa menyuap dua jenderal polisi melalui Tommy Sumardi.

Dua jenderal polisi yang dimaksud adalah mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte dan mantan Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo.

Untuk Napoleon, ia didakwa menerima uang dari Djoko Tjandra sebesar 200.000 dollar Singapura dan 270.000 dollar Amerika Serikat atau Rp 6,1 miliar.

JPU mendakwa Prasetijo menerima uang sebesar 150.000 dollar AS atau sekitar Rp 2,2 miliar dalam kasus tersebut.

Menurut JPU, atas berbagai surat yang diterbitkan atas perintah Napoleon, pihak Imigrasi menghapus nama Djoko Tjandra dari daftar pencarian orang (DPO).

Djoko Tjandra yang merupakan narapidana kasus Bank Bali itu pun bisa masuk ke Indonesia dan mengajukan PK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Juni 2020 meski diburu kejaksaan.

Baca Juga: Irjen Napoleon Seret Nama Kabareskrim hingga Pimpinan DPR Azis Syamsuddin di Kasus Djoko Tjandra

 

Penulis : fadhilah

Sumber : Kompas TV


TERBARU