> >

Beda dengan Jokowi, Faisal Basri Sebut Omnibus Law Justru Buka Ruang Korupsi Makin Lebar

Politik | 15 Oktober 2020, 20:04 WIB
Pengamat Ekonomi Faisal Basri. Beda dengan Jokowi, Faisal Basri Sebut Omnibus law Justru Buka Ruang Korupsi Makin Lebar. (Sumber: Kompas.com/Kurnia Sari Aziza)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Omnibus law Undang-Undang atau UU Cipta Kerja merupakan bagian dari upaya sistematik pemerintah untuk membuka ruang terjadinya korupsi.

Pernyataan tersebut dikatakan Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri.

Dia mengatakan bahwa upaya sistematik itu dimulai dari revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melemahkan lembaga antirasuah tersebut.

Baca Juga: Faisal Basri: Menteri ESDM dan Wakilnya Terparah dan Wajib Diganti!

"Dengan omnibus (law) ini, potensi korupsi meningkat, jadi ruang untuk korupsi itu semakin lebar," ujar Faisal dalam dalam acara diskusi bertajuk 'UU Cipta Kerja vs Pemberantasan Korupsi', Kamis (15/10/2020), sebagaimana dikutip dari Kompas.com.

"Apalagi kalau kita tidak boleh mengisolasikan omnibus law ini dalam ruang hampa, karena bagi saya ini suatu upaya sistematik dari rezim yang dimulai dari pelemahan KPK," sambungnya.

Lebih lanjut, Faisal menuturkan, upaya sistematik itu terdiri pula dari revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (MK), penerbitan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 serta RUU Energi Terbarukan yang dinilainya memuluskan eksploitasi sumber daya alam.

Selain diterbitkannya peraturan-peraturan kontroversial di atas, Faisal juga menyoroti praktik demokrasi di Indonesia yang buruk.

Baca Juga: Soal Omnibus Law, Kalangan Bisnis dan Pengamat AS: Perlu Adanya Transparansi!

Hal itu ditandai dengan lemahnya kekuatan oposisi yang menyababkan absennya fungsi pengawasan serta partisipasi masyarakat yang tidak digubris.

"Power of society-nya melemah, sehingga inilah yang membuat kebebasan terganggu dan konsentrasi kekuasaan cenderung disalahgunakan, dengan cara represi, dengan cara membuat undang-undang yang prosesnya tidak kredibel, semua seolah-olah bisa diatur," kata dia.

Sementara merujuk pada Indeks Demokrasi yang disusun Economist Intelligence Unit, Faisal juga mengungkapkan terjadi kemerosotan di era Pemerintahan Jokowi dari peringkat 48 pada tahun 2016 menjadi 64 pada 2019.

Salah satu elemen yang merosot adalah budaya politik dan partisipasi masyarakat dalam politik.

"Ada masalah memang yang membuat benih-benih korupsi itu semakin meningkat," ujar Faisal.

Baca Juga: Melalui Mensesneg Pratikno, Jokowi Terima Draf Final UU Cipta Kerja dari DPR

Konferensi Pers Presiden Jokowi di Istana Bogor mengenai demonstrasi UU Cipta Kerja. (Sumber: Youtube Setpres.)

Diklaim Dukung Upaya Lawan Korupsi

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengklaim UU Cipta Kerja bisa mendukung upaya melawan korupsi, baik dari sisi pencegahan maupun pemberantasan.

"Undang-Undang Cipta kerja ini akan mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Ini jelas," kata Jokowi dalam konferensi pers virtual dari Istana Kepresidenan, Bogor, Jumat (9/10/2020).

Menurut Jokowi, UU Cipta Kerja memangkas regulasi yang tumpang tindih dan prosedur yang rumit. Dengan aturan yang lebih sederhana dan tak berbelit, praktik korupsi dalam pembukaan suatu usaha diharapkan tak terjadi.

"Karena dengan menyederhanakan, dengan memotong, dengan mengintegrasikan kedalam sistem perizinan secara elektronik, maka pungutan liar pungli dapat dihilangkan," kata dia.

Baca Juga: DPR Jamin Tak Ada Pasal Selundupan dalam Draft Final Omnibus Law Cipta Kerja 812 Halaman

 

Penulis : fadhilah

Sumber : Kompas TV


TERBARU