> >

Jika Pilkada 2020 Menjadi Cluster Baru Covid-19, Pengurus Muhammadiyah Akan Gugat Pemerintah

Pilkada serentak | 24 September 2020, 23:58 WIB
Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Jalan Menteng Raya 62, Jakarta Pusat (Sumber: jembermu)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Sekretaris Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Rohim Ghazali, secara pribadi mengungkapkan, organisasi keagamaan Muhammadiyah tetap menyarankan pelaksanaan Pilkada serentak yang akan dilaksanakan 9 Desember 2020 ditunda.

Meskipun hal itu ada ketentuan penerapan protokol kesehatan secara ketat, tetapi sama sekali tidak bisa menjadi jaminan pilkada aman dari penyebaran virus corona.

Baca Juga: Muhammadiyah Minta Pilkada 2020 Ditunda, Keselamatan Masyarakat Lebih Utama

“Muhammadiyah akan mengawal pilkada serentak. Tapi kami juga tetap berpendirian bagaimana pun Pilkada serentak harus ditunda. Kami akan menggugat pemerintah jika kasus Covid 19 usai pilkada 9 Desember mengalami kenaikan," ujar Abdul Rohim, saat menjadi salah satu narasumber dalam diskusi daring yang diselenggarakan oleh Mappilu PWI dengan tema “Menimbang Pilkada 2020: Tetap 9 Desember 2020 atau Ditunda Demi Keselamatan Bersama," Kamis (24/9/2020).

Selain Abdul Rohim, dalam diskusi itu ada pula narasumber dari Kapusdatin dan Humas BNPB Agus Wibowo, Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini, Asisten Operasi Kapolri Irjen Imam Sugianto dan PKDH Otda Kemendagri Heri Roni.

Menurut Rohim, pelaksanaan Pilkada akan sangat berbahaya karena pada tahap pendaftaran bakal calon 4-6 September 2020 lalu saja, telah terjadi 243 pelanggaran protokol kesehatan. 

PP Muhammadiyah khawatir protokol kesehatan yang telah ditetapkan itu tidak dapat berjalan maksimal.

Baca Juga: PBNU Tekankan Pilkada Dikawal Bersama Agar Tak Timbulkan Risiko Besar

"Agama atau keyakinan dan menjaga nyawa itu di atas segala-galanya. Kalau harta dan akal mungkin bisa disembuhkan tapi nyawa tidak. Makanya itu tadi, ini gambling yang sangat berbahaya karena pertaruhkan nyawa rakyat,” tutur Rohim.

Rohim menambahkan, Pilkada serentak ditakutkan akan menelan banyak korban mengingat Indonesia punya pengalaman meninggalnya petugas penyelenggarara Pilkada pada 17 April 2019 lalu.

“Dan kita punya pengalaman pada 17 April tahun lalu, ada 469 pekerja pemilu yang meninggal karena kelelahan. Ini gak bisa dibayangkan para pekerjanya sudah kelelahan sementara mereka juga harus berhadapan dengan pandemi. Virus corona ini kan sangat mudah menjangkiti orang yang kelelahan, itu untuk penyelenggara bukan lagi untuk peserta,” kata Rohim, menegaskan.

Baca Juga: Jubir Presiden Pastikan Penyelenggaraan Pilkada 2020 Tetap Sesuai Jadwal

Ketua Mappilu PWI Suprapto Sastro Atmojo mengatakan, melalui diskusi ini pihaknya hendak menyerap masukan bagi KPU khususnya dalam protokol kesehatan penyelenggaraan Pilkada serentak 2020.

“Tujuan utama diskusi ini ialah pencerahan bagi kalangan wartawan Indonesia dan masyarakat. Mappilu PWI hendak menggali pandangan atau pemikiran dari para tokoh dari berbagai latar belakang,” kata Suprapto yang juga Wasekjen PWI Pusat.

Mappilu PWI yang konsen pada pelaksanaan Pilkada yang sehat dan berbudaya ini turut khawatir akan terjadi ledakan kasus Covid-19 di 270 daerah (Provinsi, Kabupaten dan Kota) pada Pilkada yang diperkirakan bakal melibatkan sekitar 100 juta orang.

Penulis : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV


TERBARU