> >

Rekrut Preman, Kompolnas Minta Waspadai Potensi Kekerasan

Sosial | 12 September 2020, 08:41 WIB
Komisioner Kompolnas Poengky Indarti saat memberikan keterangan pers di Polda NTB, Sabtu (13/10/2018). (Sumber: KOMPAS.com/FITRI R)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Ide Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy Pramono untuk rekrut preman guna membantu TNI-Polri menegakkan protokol kesehatan akan berpotensi menimbulkan kekerasan.

"Potensi abusive melalui teguran dan tindakan, misalnya nada suara tinggi atau membentak, atau misalnya jika ada orang yang ngeyel tidak mau pakai masker, akan terjadi adu fisik," kata Juru Bicara Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti ketika dihubungi Kompas.com, Jumat (11/9/2020).

Namun Poengky tidak mempermasalahkan ide rekrut preman untuk membantu tugas Polri menegakkan protokol kesehatan. Karena tidak bisa dipungkiri, preman sebagai penguasa informal memiliki pengaruh di area seperti pasar, terminal, dan stasiun.

Baca Juga: Wakapolri akan Rekrut Preman untuk Awasi Warga, Ada Apa?

Menurut Poengky pelibatan tersebut dapat berdampak positif, bagi masyarakat dan preman itu sendiri. Namun diingatkannya lagi, adanya potensi kekerasan yang mungkin akan terjadi.

Untuk menghindari potensi kekerasan tersebut, maka tugas preman yang membantu menegakkan protokol kesehatan harus diawasi aparat kepolisian.

"Misalnya Bhabinkamtibmas yang bertugas di pasar, yang memahami dan mengenal medan," tutur dia.

Wacana Rekrut Preman Ide Gila

Ide Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono menggunakan dan merekrut preman untuk mengawasi masyarakat menerapkan protokol kesehatan dipandang membahayakan.

"Ini ide gila dan nyeleneh dari Wakapolri. Menurut saya ini sedikit berbahaya ya," kata pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo kepada Kompas TV, Jumat (11/9/2020).

Meskipun preman yang akan digunakan merupakan preman binaan, dan akan diawasi oleh TNI dan Polri, tetap saja mentalitasnya sebagai preman tidak akan hilang.

Preman itu, kata Agus, kehidupannya sangat keras. Bertahun-tahun dia hidup dengan mentalitas seperti itu. Mentalitas preman itulah yang dikhawatirkan akan menyulut bentrok dengan masyarakat.

"Bagaimana jika nanti mereka kelewatan?" kata Agus.

Baca Juga: Catatan Kompolnas dan Pandangan Pengamat Soal Pelibatan Preman Jadi Pengawas Protokol Kesehatan

Harus diingat, kata Agus, kerumunan massa itu membahayakan. Ketika ada persoalan kecil saja akan memicu munculnya keributan, dan hal itu akan sulit menyelesaikannya.

Jadi, Agus tidak setuju dengan ide Wakapolri untuk menggunakan preman dalam penertiban protokol kesehatan Covid-19 di manapun.

"Jadi mohon maaf, saya agak khawatir dengan penggunaan preman untuk penegakan hukum, meski itu diawasi oleh TNI Polri," katanya.

Penulis : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU