> >

Palestina Sayang, Palestina Malang

Opini | 25 Juli 2020, 11:17 WIB
(Sumber: Tangkapan layar dari Google Maps. Wilayah negara Palestina yang dianggap batas-batas yang disengketakan ditandai dengan garis abu-abu putus-putus.(KOMPAS.com/Arum Sutrisni Putri)

Oleh. Hasnan Bachtiar, dosen Universitas Muhammadiyah Malang, menekuni hukum perang dan hubungan internasional

Hampir seluruh negara berpenduduk Muslim di dunia, memihak eksistensi Palestina. Pengecualian barangkali hanya berlaku untuk Mesir dan Arab Saudi. Keduanya, memilih posisi yang kurang jelas, karena pragmatisme politik regional yang dijalankan.

Bagaimana dengan negara-negara lain di dunia? Hampir semuanya pro-Palestina, kecuali Israel, Amerika Serikat dan sekutunya. Sisanya adalah mereka yang memilih abstain.

Kendati mayoritas negara-negara di dunia dan penduduk bumi ini mengakui keberadaan Palestina, namun faktanya, tidak ada pengaruh yang signifikan bagi negara yang sedang terjajah ini. Bahkan, mesin pencari seperti Google dan Apple, disebut-sebut menghilangkannya dari peta digital mereka. Meski belakangan juga ada dugaan, wilayah dengan nama Palestina memang tidak pernah ada dalam peta digital mereka. 

Ancaman Aneksasi Pemerintahan Netanyahu

Semua ini terjadi, karena dipicu oleh “the deal of the century” yang disarankan Donald Trump agar dilaksanakan oleh Benjamin Netanyahu, Perdana Menteri Israel, pada 28 Januari 2020 lalu. Kesepakatan tersebut, menjanjikan perdamaian Israel-Palestina. Tapi sayangnya hanya menyisakan kurang dari seper-sepuluh dari keseluruhan tanah Palestina raya untuk negara Palestina.

Ketika Netanyahu berhasil mengamankan stabilitas politik domestik Israel, ia memperpanjang masa jabatannya sejak 17 Mei 2020.  Sejak saat itu, ia secara konsisten memperluas wilayah hunian rakyat Israel, dengan cara mencaplok tanah Palestina. Itu semua terjadi, terutama di wilayah Tepi Barat, Jerussalem dan Dataran Tinggi Golan.

Semakin lama, wilayah yang diduduki oleh komunitas Palestina semakin berkurang. Beberapa tahun mendatang, jika pola-pola aneksasi yang aman ini tidak mendapatkan perlawanan yang cukup mengguncang, maka tidak menutup kemungkinan Palestina akan benar-benar hilang sebagai sebuah negara.

Tentu saja, perlawanan sengit diajukan oleh para pejuang kemerdekaan Palestina. Kelompok yang paling lantang merespon kesepakatan yang merugikan ini, terutama dilakukan oleh Hamas. Sementara kelompok lain seperti Fatah dan pemerintah Palestina (Palestinian Authority), sama sekali tidak menunjukkan minatnya untuk menerima kesepakatan tersebut. 

Iran, sebagai negara anti-Amerika di kawasan, secara rutin mengirimkan bantuan ekonomi, politik dan militer untuk Palestina. Sebagai tambahan, Qatar, juga berpartisipasi aktif dalam menyokong Hamas, sebagai representasi Ikhwanul Muslimin di tanah bersejarah agama-agama Abrahamik tersebut. Terutama, itu semua dilakukan Qatar, sejak ia dikucilkan oleh Saudi dan Gulf Cooperation Council (GCC) karena menjalin hubungan baik dengan Iran.

Penulis : Zaki-Amrullah

Sumber : Kompas TV


TERBARU