> >

Catatan Kecil Perjalanan 67 tahun Cak Nun

Opini | 27 Mei 2020, 22:47 WIB
Emha Ainun Nadjib (Sumber: Tribunnews.com)

Oleh: 
Farid Halimi, 
tinggal di Ndalem Kanoman Menturo Sumobito Jombang.


Belajar Tepat Kapan Ngegas dan Ngerem Dalam Hidup !!

“Rid.. ojo ke-set (jangan malas), hidup kudu obah (bergerak), ada yang rusuh (kotor) dibersihkan,  diumba (dicuci). “Aku mbiyen yo umbah-umbah klambi dhewe (cuci baju sendiri) sesibuk apapun diatur waktunya, harus setia dan disiplin pada hidup.”

Itu adalah contoh nasehat yang kerap disampaikan Cak Nun buat saya, adik bungsu nya dari 15 bersaudara.  

Saya beruntung, selama berinteraksi mendapat banyak wejangan Cak Nun.   

Bagi saya, Cak Nun adalah manusia detail, ibaratnya tiap kata, kalimat, alinea sampai paragraf harus adil dan bisa dipertanggung- jawabkan.

Contoh kecil lainya: Saya pernah  memboncengkan beliau dengan motor dari Desa Kasihan menuju Kraton Ambarbinangun daerah Sonosewu Yogya.

Jaraknya dekat, sekitar 3 kilo meter. Karena sudah ditunggu untuk latihan Kiai Kanjeng, saya mengajak dia, tidak usah pakai helm. 

Ternyata, Cak Nun tidak sepakat. Dia suruh cari helm dulu, dan setelah berangkat, motor saya saya “gas pol”. 

Ketika sampai di perempatan lampu merah “Ring Road”  daerah Kasihan,  saya menerobos lampu merah, karena saya berfikir  kita sedang terburu buru.  

Disitulah Cak Nun marah, “Ojo dibaleni Rid, kudu taat. Walau tergesa harus disiplin.Ini berlaku luas buat hidup, aturan jangan dilanggar, walau ada peluang, karena bisa merugikan sekitar. iki penting gawe awakmu (buat kamu) kedepan menaklukan hidup” pelajaran kecil tapi berharga, gara-gara menyerobot lampu merah itu masih tertanam sampai sekarang.

Pelajaran lain yang diajarkan Cak Nun adalah soal keberanian membela kebenaran. 

Ibu saya cerita kalau Cak Nun sejak usia SD bahkan sudah berani protes sama Guru yang seenaknya datang terlambat, padahal dia melarang muridnya telat. 

Masih kata Ibu, saat Cak Nun mondok di Gontor, dia juga pernah memimpin demo santri (protes) perilaku  Ustadz yang hidup bermewah dengan makanan lezat, padahal santri di suruh “tirakat” hidup sederhana. Hingga orang tua kita dipanggil ke Pesantren.

Disinilah, saya pahami kalimat Cak Nun betapa dalam menjalani hidup itu, harus tepat kapan “NgeGas kapan NgeRem” agar balance, tepat dan adil.

Cak Nun pernah bilang “dakwah itu bukan hanya tuturan kata-kata agamis yang dikemas sedemikian rupa,  tindakanmu yang baik itu sudah termasuk berdakwah.

Salah satu ciri khas Cak Nun adalah mengajak kita untuk selalu bersyukur.

Karena agama itu kabar gembira. Makanya kalau pengajian harusnya mengajak jamaah bahagia. 

Tidak tegang menghardik satu sama lain. Cak Nun mengibaratkan mereka sebagai “panitia hari kiamat dan sorga neraka”

Maka 67 tahun usia beliau Cak Nun begitu panjang untuk dicatatkan prosesnya. 

Penulis : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV


TERBARU