> >

KTT G20 BALI, Pertaruhan Indonesia

Opini | 6 November 2022, 15:02 WIB
Presiden Joko Widodo (Sumber: Istimewa via triaskeredensialnews.com)

Data ini menunjukkan potensi besar yang dimiliki oleh G-20 untuk membangun kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan di antara sesama anggotanya.

Hanya saja, negara-negara anggota G20 saat ini juga merasakan akibat buruk—dalam bidang ekonomi—akibat pandemi Covid-19 dan invasi militer Rusia ke Ukraina. Misalnya, Eropa menghadapi prospek resesi dari risiko yang sebagian terkait dengan perang Ukraina; Ekonomi China goyah di bawah kebijakan nol-Covid yang masih ketat; krisis energi musim dingin mungkin akan segera terjadi (The Economic Times, 13 Oktober 2022).

Maka itu, slogan G20 yakni Recover Together, Recover Stronger, menjadi sangat tepat dan lebih bermakna.

Baca Juga: Politik Kata-Kata

Dengan slogan itu, Indonesia yang memegang presidensi mendorong semua negara untuk bekerja sama mencapai pemulihan dunia yang lebih kuat dan berkelanjutan di tengah perekonomian dunia yang masih terkena dampak pandemik Covid-19 ditambah akibat invasi militer Rusia ke Ukraina. Tidak ada cara dan jalan lain dalam proses pemulihan perekonomian dunia kecuali lewat tindakan kolektif, yang sayangnya sekarang ini—kerja sama secara global—sedang menghadapi tantangan berat.

Kata Menlu Retno Marsudi, sejak awal Indonesia sudah bekonsentrasi bagaimana G20 dapat menghasilkan kerja sama konkret. Sebab, pandemi covid-19 mengungkap keterbatasan WHO dan keengganan atau ketidakmampuan negara-negara maju bahkan kaya untuk menanggapi krisis yang sebenarnya memiliki banyak alasan untuk diantisipasi. Akibatnya, sekitar 15 hingga 18 juta orang di seluruh dunia sejauh ini meninggal.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi (Sumber: Kontan)

Suatu “Test-Case”
Dunia yang retak oleh perang, guncangan harga komoditas, kemungkinan resesi besar, tekanan pasar keuangan, dan kemunduran menuju deglobalisasi, dan krisis kesehatan yang berkepanjangan yang memicu atau mempercepat banyak masalah tersebut, menjadi tantangan besar dan berat bagi G20.

Karena itu, tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa KTT G20 yang akan digelar di Bali, pada 15-16 November mendatang, akan menjadi semacam test case apakah para pemimpin besar mampu bekerja sama dan bekerja bersama untuk dunia.

Indonesia, memang, selama ini dikenal sebagai “bridge builder”, sehingga trust, kepercayaan dunia dan G20 pada Indonesia sudah ada. Karena itu, diharapkan bahwa KTT G20 di Bali akan menorehkan catatan besar dan penting bagi penyelamatan dunia yang sekarang ini kalau kita melihat gambaran geopolitik di antara kekuatan-kekuatan besar, semakin gelap.

Baca Juga: 'Iki Yogya, Dab'

Meski demikian, mengupayakan terciptanya kerja sama antar-para pemimpin dunia yang saat ini sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan dunia, merupakan tantangan besar dan berat bagi Indonesia sebagai pemegang presidensi. Sekalipun kesuksesan sebuah perhelatan, apalagi ini perhelatan tingkat dunia, tidak hanya tergantung pada tuan rumah, akan tetapi juga pada para tamunya.

Semoga saja, meminjam yang dikatakan Vladimir Lenin tahun 1917, “There are decades where nothing happens, and there are weeks where decades happen”, bisa menjadi kenyataan. Semoga demikian, Indonesia memenangi pertaruhan kali ini. *

Penulis : Redaksi Kompas TV Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU