> >

Kamus Demokrasi di Muktamar ke-34 NU

Opini | 25 Desember 2021, 06:10 WIB
KH Said Aqil Siroj (kiri) dan KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya duduk berdampingan pada Muktamar NU di Lampung, Jumat (23/12/2021). (Sumber: Panitia Muktamar NU)

Oleh Ubaidillah Amin Moech, Cendikiawan Muda NU

Alhamdulillah Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama telah selesai bergulir dengan menobatkan KH Yahya Cholil Staquf sebagai Ketua Umum dan KH Miftahul Akhyar sebagai Rais ‘Am Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’.

Proses muktamar ini patut kita akui berjalan dengan lancar tanpa ada hambatan yang signifikan. Kami pribadi mengikuti segala dinamika yang terjadi mulai dari awal persiapan perhelatan Muktamar sampai berlangsungnya muktamar ini.  

Patut diakui bahwa dinamika yang terjadi di antara kubu pengusung Gus Yahya dan Kiai Said cukup panas. Satu sama lain saling melempar statement mengunggulkan pilihannya dan mengkritik lawannya.

Bahkan banyak para tokoh, baik itu tokoh Agama ataupun tokoh politik yang menginginkan kami untuk memediasi kedua belah pihak, supaya salah satu calon ada yang mau mengalah, sebab banyak dari mereka yang khawatir nantinya NU akan terpecah pasca perhelatan muktamar, mengingat panasnya suhu pemilihan kandidat ketua umum PBNU yang terjadi saat itu.

Dalam konteks ini, banyak tokoh yang menginginkan agar Kiai Said mengundurkan diri dari bursa pemilihan ketua PBNU, agar menyerahkan estafet kepemimpinan NU kepada tokoh yang lebih muda, sehingga regenerasi dalam tubuh NU terus berjalan. Tapi hal itu tidak dilakukan oleh Kiai Said, beliau tetap bersikukuh untuk terus maju dalam bursa pemilihan Ketua Umum PBNU.

Pada saat itu, kami khawatir akan terjadi chaos di arena muktamar saking panasnya suasana yang terjadi saat itu di antara masing-masing pendukung. Bahkan pada saat voting kedua yang mempertemukan antara Gus Yahya dan Kiai Said, banyak tokoh yang menawarkan pada Kiai Said agar mengundurkan diri, agar pemilihan Ketua Umum PBNU terpilih secara aklamasi untuk Gus Yahya. Namun Kiai Said tetap menolak tawaran itu, dan memilih untuk melanjutkan pemilihan pada putaran kedua.

Tapi rupanya cara berpikir kami belum sampai seperti cara berpikir beliau berdua. Setelah selesai voting, hal yang sama sekali tidak terpikirkan oleh kami terjadi, suasana muktamar yang awalnya memanas, menjadi dingin dan senyap seketika, Gus Yahya mencium tangan Kiai Said, dan Kiai Said balas memeluk Gus Yahya, tanda bahwa muktamar kali ini dalam keadaan “baik-baik saja”.

Tidak cukup sampai di sana, masing-masing beliau berdua saling melempar pujian antara satu sama lain. Kiai Said dalam sambutannya paska selesainya pemilihan berkata:

“Selamat dan saya bangga kepada keberhasilan Gus Yahya. Beliau adalah cicit dari guru ayah saya, KH Cholil Harun. Kakek Buyut beliau inilah yang mengajari kitab Alfiyah kepada ayah saya.”

Setelah itu, Gus Yahya ikut mengapresiasi Kiai Said dalam sambutannya:

“Terima kasih kepada guru saya, KH Said Aqil Siroj, beliau adalah orang yang membukakan jalan untuk saya, dan apabila ini adalah suatu keberhasilan, maka semua itu adalah ‘atsar’ (jasa) beliau. Semoga masih cukup umur saya untuk membalas jasa beliau kepada saya.”

Penulis : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU