> >

Apa Itu Nakba? Pembersihan Etnis di Palestina yang Tidak Bermula atau Berakhir pada 1948

Kompas dunia | 13 November 2023, 20:55 WIB
Warga Palestina meninggalkan sebuah desa di Galilee pada 1948, lima bulan setelah berdirinya Israel. Nakba, yang berarti "bencana" dalam bahasa Arab, merujuk pada pemindahan massal dan pengusiran penduduk, atau pembersihan etnis Arab Palestina selama Perang Arab-Israel 1948. (Sumber: Reuters via Al Jazeera)

Paling tidak sepuluh persen dari populasi laki-laki Palestina terbunuh, terluka, diasingkan, atau dipenjara pada akhir pemberontakan.

Pemerintah Inggris yang khawatir akan meletusnya kekerasan antara warga Palestina dan Zionis, berusaha untuk menghentikan beberapa kali imigrasi Yahudi dari Eropa. Lobi Zionis di London berhasil membatalkan upaya mereka.

Pada 1944, beberapa kelompok bersenjata Zionis menyatakan perang terhadap Inggris karena mencoba membatasi imigrasi Yahudi ke Palestina pada saat orang Yahudi melarikan diri dari Holocaust.

Organisasi paramiliter Zionis melancarkan serangkaian serangan terhadap Inggris, yang paling mencolok adalah pemboman Hotel King David pada 1946 di mana markas administrasi Inggris berada; 91 orang tewas dalam serangan itu.

Pada awal 1947, pemerintah Inggris mengumumkan mereka akan menyerahkan bencana yang mereka ciptakan di Palestina kepada PBB dan mengakhiri proyek kolonial mereka di sana.

Pada 29 November 1947, PBB mengadopsi Resolusi 181, merekomendasikan pembagian Palestina menjadi negara Yahudi dan Arab.

Saat itu, Yahudi di Palestina berjumlah sepertiga dari populasi dan punya kurang dari enam persen dari total luas tanah.

Di bawah rencana pembagian PBB, warga Yahudi mendapat alokasi 55 persen tanah, mencakup sebagian besar kota utama dengan mayoritas Arab Palestina dan garis pantai penting dari Haifa hingga Jaffa.

Yang artinya, negara Arab Palestina akan kehilangan tanah pertanian dan pelabuhan laut utama, yang membuat Palestina menolak proposal itu.

Tak lama setelah Resolusi PBB 181, perang pecah antara Arab Palestina dan kelompok bersenjata Zionis. Pasukan Zionis, tidak seperti Palestina, mendapatkan pelatihan dan senjata melalui pertempuran bersama Inggris dalam Perang Dunia II.

Kelompok paramiliter Zionis melancarkan proses pembersihan etnis dalam bentuk serangan besar-besaran yang bertujuan mengusir ratusan ribu warga Palestina dari kota-kota dan desa-desa mereka untuk membangun negara Yahudi, yang berujung pada terjadinya Nakba.

Meskipun beberapa pemikir Zionis mengeklaim tidak ada bukti rencana sistematis untuk pengusiran warga Palestina demi menciptakan negara Yahudi, dan mengatakan pengusiran mereka adalah hasil perang yang tidak disengaja, keberadaan mayoritas Arab Palestina di wilayah yang pemimpin Zionis bayangkan sebagai negara masa depan, membuat Nakba tak terhindarkan.

Baca Juga: Sejarah Konflik Israel-Palestina: Perang 6 Hari Naksa dan Intifada Pertama yang Lahirkan Hamas (II)

Mengapa Palestina Memperingati Nakba pada 15 Mei?

Otoritas pendudukan Inggris mengumumkan mereka akan mengakhiri mandat mereka di Palestina pada 15 Mei 1948 malam.

Delapan jam sebelumnya, David Ben-Gurion, yang menjadi perdana menteri Israel pertama, mengumumkan apa yang pemimpin Zionis sebut sebagai deklarasi kemerdekaan di Tel Aviv.

Mandat Inggris berakhir pada tengah malam, dan pada 15 Mei, negara Israel berdiri.

Warga Palestina memperingati tragedi nasional mereka kehilangan tanah air secara tidak resmi selama beberapa dekade, tetapi pada tahun 1998, mantan Presiden Otoritas Palestina Yasser Arafat menetapkan 15 Mei sebagai hari peringatan nasional, pada tahun ke-50 sejak Nakba.

Israel merayakan hari itu sebagai hari kemerdekaannya.

Kapan Sebenarnya Proses Pengusiran Dimulai?

Meskipun pengusiran warga Palestina dari tanah mereka oleh proyek Zionis sudah terjadi selama Mandat Inggris, pengusiran massal dimulai ketika rencana pembagian PBB disahkan.

Dalam waktu kurang dari enam bulan, mulai Desember 1947 hingga pertengahan Mei 1948, kelompok bersenjata Zionis mengusir sekitar 440.000 warga Palestina dari 220 desa.

Sebelum 15 Mei, beberapa pembantaian paling terkenal terjadi; pembantaian Baldat al-Sheikh pada 31 Desember 1947, menewaskan hingga 70 warga Palestina; pembantaian Sa'sa' pada 14 Februari 1948, ketika 16 rumah diledakkan dan 60 orang kehilangan nyawa; dan pembantaian Deir Yassin pada 9 April 1948, ketika sekitar 110 warga Palestina pria, wanita, dan anak-anak dibantai.

Baca Juga: Sejarah Konflik Israel-Palestina: Intifada Kedua, Perang Saudara dan Perang Gaza yang On Off (III)

Seorang perempuan menggunakan kaus berwarna putih sebagai tanda agar tidak ditembaki dalam perjalanan mengungsi ke selatan Jalur Gaza, Selasa (7/11/2023). (Sumber: Mohammed Dahman/Associated Press)

Berapa Banyak Warga Palestina yang Diusir?

Ketika pasukan dari angkatan bersenjata Mesir, Lebanon, Suriah, Yordania, dan Irak menyerbu pada 15 Mei, perang Arab-Israel diluncurkan dan berlangsung hingga Maret 1949.

Pada paruh pertama tahun 1949, setidaknya 750.000 warga Palestina secara paksa diusir atau melarikan diri dari tanah air mereka.

Pasukan Zionis melakukan sekitar 223 kekejaman hingga tahun 1949, termasuk pembantaian, serangan seperti pengeboman rumah, penjarahan, serta penghancuran properti dan desa-desa.

Sebanyak 150.000 warga Palestina tetap berada di wilayah Palestina yang menjadi bagian dari negara Israel. Dari 150.000 tersebut, sekitar 30.000 hingga 40.000 mengalami pengusiran internal.

Seperti 750.000 yang diusir di luar batas negara baru, Israel melarang warga Palestina yang terus tinggal di dalam negeri, untuk kembali ke rumah mereka.

Dalam beberapa tahun setelah berdirinya Israel, negara itu melanjutkan pembersihan etnis sistematisnya.

Meskipun perjanjian gencatan senjata ditandatangani dengan Mesir, Yordania, Suriah, dan Lebanon pada tahun 1949, pasukan Israel yang baru terbentuk melakukan sejumlah pembantaian dan kampanye pengusiran paksa.

Sebagai contoh, pada tahun 1950, 2.500 warga Palestina yang tersisa di kota Majdal dipaksa ke Jalur Gaza, sekitar 2.000 penduduk Beer el-Sabe diusir ke Tepi Barat, dan sekitar 2.000 penduduk dua desa di utara, diusir ke Suriah.

Pada pertengahan 1950-an, populasi Palestina di dalam Israel menjadi sekitar 195.000. Antara tahun 1948 dan pertengahan 1950-an, sekitar 30.000, atau 15 persen dari populasi, diusir keluar dari batas negara baru, menurut kelompok hak pengungsi BADIL.

Apakah Nakba Sudah Berakhir?

Walaupun proyek Zionis telah memenuhi impian mereka untuk menciptakan "tanah air Yahudi" di Palestina pada 1948, proses pembersihan etnis dan pengusiran warga Palestina tidak pernah berhenti.

Selama Perang Arab-Israel 1967, yang dikenal sebagai Naksa, yang berarti "kemunduran", Israel menduduki wilayah Palestina yang tersisa, yaitu Yerusalem Timur, Tepi Barat, Jalur Gaza, dan terus mendudukinya hingga hari ini.

Meskipun menurut rencana pembagian PBB, Israel mendapat alokasi 55 persen tanah Palestina, saat ini kendalinya mencapai lebih dari 85 persen dari tanah Palestina berdasarkan sejarah.

Naksa menyebabkan pengusiran sekitar 430.000 warga Palestina, separuh dari mereka berasal dari wilayah yang diduduki pada 1948 dan oleh karena itu menjadi pengungsi dua kali.

Seperti dalam Nakba, pasukan Israel menggunakan taktik militer yang melanggar hukum hak asasi manusia dasar, seperti serangan terhadap warga sipil dan pengusiran.

Sebagian besar pengungsi melarikan diri ke Yordania, dan yang lain pergi ke Mesir dan Suriah.

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Al Jazeera/United Nations


TERBARU