> >

Pemilihan Presiden Putaran Kedua Turki Sengit, Ini Peta Persaingan Ganas Erdogan vs K l cdaroglu

Kompas dunia | 28 Mei 2023, 07:10 WIB
Akankah masa jabatan Recep Tayyip Erdogan sebagai pemimpin Turki akan berakhir? Akankah blok oposisi yang dipimpin Kemal K l cdaroglu berhasil mengalahkan Erdogan? Pemilih Turki akan menentukan hal ini pada hari ini, Minggu, (28/5/2023). Putaran kedua ini adalah yang pertama sejak Turki beralih ke sistem presidensial. (Sumber: Al Jazeera)

ISTANBUL, KOMPAS.TV - Akankah masa jabatan panjang Recep Tayyip Erdogan sebagai pemimpin Turki akan berakhir? Akankah blok oposisi yang dipimpin oleh Kemal K l cdaroglu akhirnya berhasil mengalahkan Erdogan?

Pemilih Turki akan menentukan hal ini pada hari ini, Minggu (28/5/2023), dalam putaran kedua pemilihan presiden tanggal 28 Mei, seperti dilaporkan Daily Sabah, Sabtu (27/5/2023).

Erdogan nyaris menang di putaran pertama pemilihan presiden Turki pada 14 Mei lalu dengan meraih 49,52% suara, membuka jalan bagi putaran kedua. Padahal hingga dua pertiga penghitungan surat suara, Erdogan memimpin perolehan suara dengan margin sangat tipis di atas 50 persen suara.

Putaran kedua ini adalah yang pertama sejak Turki beralih ke sistem presidensial, yang sepenuhnya diimplementasikan setelah kemenangan Erdo an tahun 2018, usai referendum tahun 2017 yang menyetujui perubahan sistem tersebut.

Erdogan dan saingannya, yang mewakili aliansi oposisi enam partai, membujuk lebih dari 64 juta pemilih dalam kampanye putaran kedua yang tidak sespektakuler sebelum 14 Mei karena waktu kampanye yang sangat singkat.

Para kandidat akan mendapatkan masa jabatan lima tahun jika mereka dapat memenangkan lebih dari 50% suara dalam putaran kedua. Tempat pemilihan akan dibuka Pukul 8 pagi dan ditutup Pukul 5 sore.

Hasil pemilihan tidak resmi diperkirakan akan diumumkan oleh Dewan Pemilihan Umum (YSK) beberapa jam setelah tempat pemilihan ditutup.

Lawan Erdogan dalam putaran kedua pada tanggal 28 Mei adalah Kemal Kilicdaroglu, yang didukung oleh enam partai oposisi dan memperoleh hampir 45% suara, sekitar 2,5 juta suara lebih sedikit daripada lawannya. Inilah sengitnya peta persaingan pemilihan presiden Turki yang berlangsung hari Minggu, (28/5/2023).

Baca Juga: Update Pemilu Turki: Jelang Putaran Kedua, Erdogan Ternyata Dapat Banyak Dukungan di Daerah Bencana

Hasil pemilihan presiden tahap pertama Turki, petahana Recep Tayyip Erdogan meraih 49,52% suara sementara pesaing terdekatnya Kemal Kilicdaroglu meraih 44,88% suara (Sumber: Daily Sabah)

Keunggulan Erdogan

Partai AKP yang dipimpinnya berkuasa sejak November 2002, dan Erdogan telah memerintah Turki sejak tahun 2003. Meskipun 64 juta pemilih Turki sangat terbagi, pemimpin berusia 69 tahun ini punya keunggulan bawaan atas lawannya.

Sekutu Erdogan mengendalikan sebagian besar media mainstream, bahkan TV negara memberikan 32 jam 42 menit waktu siaran kepada presiden dan hanya memberikan 32 menit kepada lawannya, pada puncak kampanye pada bulan April.

Para pengamat dari kelompok pengamat internasional OSCE menyatakan terdapat ketidakseimbangan dalam pemilihan Turki dan liputan yang bias, meskipun pemilih punya alternatif politik yang nyata.

Awalnya Erdogan adalah perdana menteri, tetapi kemudian dia menjadi presiden pada tahun 2014. Dia merespons upaya kudeta yang gagal pada tahun 2016 dengan meningkatkan kekuasaannya secara dramatis yang menurut Barat: menindas pihak oposisi, seperti laporan BBC.

Politikus Kurdi terkemuka dipenjara dan tokoh-tokoh oposisi lainnya terancam dilarang berpolitik. Namun, pemilihan ini merupakan harapan terbesar oposisi untuk menggulingkan Erdogan.

Semakin banyak warga Turki yang menyalahkan Erdogan atas inflasi yang melonjak hingga 44 persen, dan para akademisi mengatakan tingkat inflasi sebenarnya jauh lebih tinggi dari angka tersebut.

Dia dan partai AKP-nya banyak dikritik atas respons mereka terhadap gempa bumi ganda pada bulan Februari yang membuat jutaan warga Turki menjadi pengungsi di 11 provinsi.

Namun, sebagian besar kota yang dianggap sebagai basis dukungan Erdogan masih memberikan 60% suara kepadanya. Partainya berakar dalam Islam politik, tetapi membentuk aliansi dengan MHP yang ultranasionalis.

Baca Juga: Partai Erdogan Terbelah Jelang Putaran Kedua Pemilu Turki, Ini Penyebabnya

Turki menggelar pemilihan umum putaran kedua pada hari Minggu untuk memilih presiden setelah tidak ada kandidat yang berhasil meraih suara melebihi batas 50% dalam putaran pertama yang diadakan pada 14 Mei. Petahana presiden Recep Tayyip Erdogan akan bersaing sangat ketat dengan kemal Kilicdaroglu. (Sumber: ZDF Germany)

Enam Partai Oposisi

Pesaing Erdogan adalah Kemal Kilicdaroglu, yang berusia 74 tahun, adalah calon yang tidak mungkin untuk menggulingkan presiden.

Kilicdaroglu mendapatkan dukungan dari enam partai oposisi, dan mendapatkan dukungan dari partai oposisi terbesar kedua di Turki, HDP yang pro-Kurdi, yang salah satu pemimpinnya menggambarkan pemilihan ini sebagai "yang paling penting dalam sejarah Turki".

Harapannya untuk meraih kemenangan dari Erdogan terletak pada peningkatan dukungan dari pemilih nasionalis dan Kurdi.

Tantangan yang sulit adalah ketika kubu nasionalis Turki menginginkan presiden berikutnya untuk mengambil sikap yang lebih keras terhadap militan Kurdi.

Menjelang putaran kedua, Kilicdaroglu menyampaikan dengan tegas kepada pemilih nasionalis, dengan mengetuk meja dan berjanji untuk mengusir 3,5 juta pengungsi Suriah. Ini sudah menjadi kebijakannya, tetapi sekarang dia memutuskan untuk membuatnya menjadi poin yang penting.

Tantangan bagi Lawan Kuat Erdogan

Pemilihan Kemal Kilicdaroglu tidak sepenuhnya populer karena wali kota Istanbul dan Ankara merupakan kandidat yang berpotensi lebih kuat. Keduanya adalah rekan partai yang berhasil mengendalikan dua kota terbesar Turki pada tahun 2019 untuk CHP, untuk pertama kalinya sejak tahun 1994.

Aliansi Nasionalnya, juga dikenal sebagai Table of Six, bersatu dalam keinginan mereka untuk mengembalikan Turki dari sistem presidensial yang dibuat di bawah Erdogan menjadi sistem yang dipimpin oleh parlemen.

Pemimpin dari lima partai lainnya dalam aliansi tersebut setuju mengambil peran sebagai wakil presiden. Tetapi bahkan jika mereka berhasil memenangkan jabatan presiden, aliansi Erdogan memperoleh mayoritas di parlemen pada tanggal 14 Mei dan akan membuat reformasi menjadi sangat sulit.

Baca Juga: Erdogan: Turki akan Jawab Kampanye Hitam Media Barat dalam Pemilihan Presiden Putaran Kedua 28 Mei

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memasukkan surat suaranya di sebuah tempat pemungutan suara di Istanbul, Turki, Minggu, 14 Mei 2023. Turki menyelenggarakan pemilihan presiden dan anggota parlemen pada Minggu. (Sumber: Umit Bektas/Pool Photo via AP)

Perebutan Suara Tersisa

Partisipasi dalam putaran pertama sangat tinggi, hampir mencapai 89 persen di antara pemilih di Turki.

Jika Kilicdaroglu ingin mengimbangi selisih 2,5 juta suara antara dia dan Presiden Erdogan, dia perlu memenangkan dukungan pemilih yang mendukung kandidat ultranasionalis Sinan Ogan yang mendapatkan suara terbanyak ketiga dalam putaran pertama dengan 2,8 juta suara.

Tugas itu menjadi lebih sulit ketika Ogan mendukung Erdogan. Tuntutannya adalah sikap yang lebih keras dalam menangani militan Kurdi dan mengembalikan pengungsi Suriah.

Kilicdaroglu mengadopsi nada yang lebih tegas tentang pengungsi Suriah sejak putaran pertama, berjanji untuk "mengusir" semua pengungsi begitu dia berkuasa.

Menanggapi keputusan Ogan untuk mendukung lawan Kilicdaroglu, dia mengatakan pemilihan ini sekarang menjadi referendum. "Kami datang untuk menyelamatkan negara ini dari terorisme dan pengungsi."

Presiden Erdogan mengatakan dia tidak membuat kesepakatan dengan Ogan: 450.000 pengungsi telah kembali ke rumah mereka dan rencananya adalah mengembalikan satu juta pengungsi lainnya.

Siapa yang Mengendalikan Parlemen?

Partai AKP yang berkuasa di bawah Recep Tayyip Erdogan membentuk aliansi dengan MHP yang nasionalis, dan bersama-sama mereka memperoleh mayoritas 322 kursi di parlemen yang berjumlah 600 kursi, jumlah yang lebih rendah dari lima tahun yang lalu.

Partai cenderung membentuk aliansi karena mereka membutuhkan dukungan minimal 7% untuk masuk ke parlemen. Oposisi dari enam partai ingin mengubah hal itu, tetapi Aliansi Nasional mereka hanya memperoleh 212 kursi.

Partai pro-Kurdi berpartisipasi dalam pemilihan dengan bendera Partai Hijau Kiri untuk menghindari potensi larangan pemilihan, dan mendapatkan peringkat ketiga dengan 61 kursi. Dalam reformasi Erdogan, sekarang presiden yang memilih pemerintah, sehingga tidak ada lagi perdana menteri.

Baca Juga: Pemilu Turki: Erdogan Gagal Raih Suara Mayoritas, Pemilihan Presiden Akan Masuki Putaran Kedua

Pemimpin partai CHP dan calon presiden Turki dari Aliansi Bangsa, Kemal Kilicdaroglu. (Sumber: AP Photo/Ali Unal)

Masa Depan Erdogan

Berdasarkan konstitusi Turki yang direvisi yang hanya memungkinkan dua kali masa jabatan sebagai presiden, Erdogan harus mengundurkan diri pada tahun 2028 jika dia memenangkan putaran kedua pada tanggal 28 Mei. Saat ini tidak ada rencana untuk penerusnya.

Erdogan menjabat dua kali masa jabatan tetapi KPU Turki, YSK memutuskan masa jabatannya yang pertama harus dihitung bukan pada tahun 2014 tetapi pada tahun 2018, ketika sistem presidensial baru dimulai dengan pemilihan parlemen dan presiden pada hari yang sama.

Para politisi oposisi sebelumnya meminta YSK untuk memblokir pencalonannya.

Apa yang Ditawarkan Erdogan dan Kilicdaroglu kepada Pemilih?

Dalam kepemimpinan Erdogan, Turki mengalami peningkatan kendali atas institusi negara dan media serta penindasan yang lebih besar terhadap pendapat yang berbeda, menurut media Barat. Inflasi kemungkinan akan tetap tinggi karena preferensinya terhadap suku bunga rendah.

Di arena internasional, Turki dapat terus menolak upaya Swedia bergabung dengan NATO dan akan menggambarkan dirinya sebagai mediator antara Ukraina dan Rusia.

Para pemilih dihadapkan pada pilihan yang tegas untuk jabatan presiden.

Kilicdaroglu dan sekutunya ingin mencabut hak presiden menjatuhkan veto untuk legislasi, memutuskan perjanjian internasional dan menunjuk hakim ke Mahkamah Agung.

Mereka ingin mengembalikan Turki ke masa lalu ketika presiden dipilih oleh parlemen. Pemilih juga harus mempertimbangkan apa artinya reformasi itu pada pemilihan berikutnya.

Presiden kemungkinan akan terpilih lagi jika oposisi tidak dapat memenangkan dukungan dari pemilih nasionalis dan Kurdi dalam pemilihan saat ini.

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Daily Sabah / BBC / Anadolu


TERBARU