> >

Kelompok HAM Tuduh Junta Militer Myanmar Gunakan Bom Termobarik yang Tewaskan 170 Warga Sipil

Kompas dunia | 10 Mei 2023, 04:30 WIB
Kondisi setelah terjadinya serangan udara di desa Pazigyi, Kanbalu, Sagaing, Myanmar, Selasa, 11 April 2023. Kelompok HAM hari Selasa (9/5/2023) mengeklaim militer Myanmar menggunakan sejenis bom termobarik atau bom vakum dalam serangan udara yang menewaskan hampir 170 orang termasuk banyak anak-anak. (Sumber: Kyunhla Activists Group via AP)

BANGKOK, KOMPAS.TV - Kelompok HAM mengeklaim militer Myanmar menggunakan sejenis bom termobarik atau bom vakum dalam serangan udara yang menewaskan hampir 170 orang termasuk banyak anak-anak, seperti laporan Associated Press, Selasa (9/5/2023).

Serangan itu terjadi bulan lalu di sebuah upacara yang diadakan mereka yang melawan junta militer Myanmar.

Menurut Human Rights Watch, bom tersebut dijatuhkan oleh militer pada kerumunan orang yang berkumpul untuk membuka kantor lokal gerakan perlawanan di luar desa Pazigyi di wilayah Sagaing, tengah Myanmar pada pagi hari 11 April lalu.

Senjata termobarik terdiri dari wadah bahan bakar dan dua muatan peledak terpisah. Peledak pertama melepaskan partikel bahan bakar, dan yang kedua menyalakan bahan bakar yang terdispersi dengan oksigen di udara, menciptakan gelombang ledakan bertekanan tinggi dan panas ekstrem dan menciptakan vakum parsial di dalam ruang tertutup.

Hal ini membuat senjata ini sangat mematikan bagi orang di ruang tertutup seperti kantor yang sedang dibuka.

Serangan itu menewaskan 168 warga sipil, termasuk 40 anak di bawah usia 18 tahun. Seorang bayi berusia 6 bulan adalah korban termuda dan seorang pria berusia 76 tahun adalah korban tertua.

Myanmar dilanda kekerasan yang dimulai setelah militer menggulingkan pemerintahan yang dipilih secara demokratis pada Februari 2021 dan secara brutal menindas demonstrasi damai. Hal ini memicu perlawanan bersenjata dan pertempuran di banyak bagian negara, dengan militer semakin menggunakan serangan udara untuk melawan oposisi dan mengamankan wilayah.

Baca Juga: Jokowi Kecam Serangan Bersenjata atas Konvoi ASEAN di Myanmar, 2 Diplomat Singapura Jadi Korban

Dua warga desa yang menjadi korban pembantaian pasukan junta militer Myanmar di Desa Nyaung Yin, wilayah Sagaing, 2 Maret 2023. Kelompok HAM hari Selasa, (9/5/2023) mengeklaim militer Myanmar menggunakan sejenis bom termobarik atau bom vakum dalam serangan udara yang menewaskan hampir 170 orang termasuk banyak anak-anak. (Sumber: Associated Press)

Myanmar membela tindakannya dan mengatakan serangan tersebut adalah tindakan yang sah karena bangunan kantor tersebut berisi pasukan dan amunisi oposisi.

Namun, Human Rights Watch menuduh militer melanggar hukum kemanusiaan internasional dan melakukan kejahatan perang. 

Militer Myanmar mengakui serangan itu tetapi membela tindakannya, menuduh pasukan anti-pemerintah di daerah itu melakukan kampanye kekerasan teror. Dikatakan Pasukan Pertahanan Rakyat, sayap bersenjata dari Pemerintah Persatuan Nasional, meneror penduduk untuk mendukung mereka, membunuh biksu, guru, dan lainnya.

Juru bicara pemerintah militer, Mayjen Zaw Min Tun, mengatakan kepada televisi pemerintah MRTV ada bukti serangan tersebut memicu ledakan sekunder bahan peledak yang disembunyikan oleh Pasukan Pertahanan Rakyat di sekitar lokasi.

Human Rights Watch mengatakan, menurut seorang saksi, pasukan pemberontak menyimpan barang, dana, obat-obatan dan juga amunisi di gedung tersebut, “Kehadiran kombatan oposisi dan amunisi akan menjadikan bangunan itu sasaran militer yang sah untuk diserang,” kata Human Rights Watch.

“Meski begitu, penggunaan bom sejenis termobarik untuk serangan tidak pandang bulu di daerah sipil yang padat tidak dapat meminimalkan hilangnya nyawa warga sipil. Selain itu, serangan awal dan serangan berikutnya terhadap ratusan warga sipil yang melarikan diri hampir pasti merupakan serangan yang tidak proporsional dan melanggar hukum, dan mungkin merupakan serangan yang disengaja terhadap warga sipil.”

 

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Associated Press


TERBARU