> >

Enam Warga Libya Terancam Hukuman Mati karena Pindah Agama dan Menyiarkannya

Kompas dunia | 3 Mei 2023, 17:42 WIB
Arsip. Bendera Libya dipajang dalam peringatan Hari Revolusi di Tripoli, 18 Februari 2022. Enam warga Libya terancam hukuman mati karena pindah agama dan mendakwahkan Kristianitas. Para terdakwa diketahui ditangkap aparat keamanan pada Maret lalu, sebagian di antaranya berasal dari kelompok etnis minoritas. (Sumber: Yousef Murad/Associated Press)

TRIPOLI, KOMPAS.TV - Enam warga Libya terancam hukuman mati karena pindah agama dan mendakwahkan Kristianitas. Para terdakwa diketahui ditangkap aparat keamanan pada Maret lalu, sebagian di antaranya berasal dari kelompok etnis minoritas.

Selain menangkap enam warga tersebut, Badan Keamanan Dalam Negeri Libya (ISA) juga dilaporkan menangkap seorang warga negara Amerika Serikat (AS). Namun, warga AS itu diketahui telah dilepaskan dan meninggalkan Libya.

Keenam warga Libya yang pindah agama dijerat Pasal 207 KUHP Libya tentang upaya menyebarkan pandangan yang "mengubah prinsip-prinsip konstitusional atau struktur fundamental dari tatanan sosial."

Baca Juga: Akhirnya Uranium yang Hilang di Libya Ditemukan, Berjarak 5Km dari Tempatnya Lenyap

Pihak ISA sendiri menyatakan bahwa penangkapan dilakukan untuk "menghentikan upaya geng terorganisasi yang bertujuan membuat orang-orang meninggalkan Islam."

ISA diketahui merekam dan mengunggah video pengakuan terdakwa yang pindah agama. Seorang terdakwa, Seyfao Madi mengaku pindah agama pada 2017 dan menyiarkan agama barunya.

"Saya lahir pada 1977 dan saya ditangkap Badan Keamanan Dalam Negeri karena berpindah ke Kristen. Saya bergabung dengan sekelompok orang Libya dan orang asing di Libya yang menyiarkan Kristianitas," kata Madi dalam video itu sebagaimana dikutip The Guardian, Rabu (3/5/2023).

"Pada 2016, teman saya mengenalkan saya ke teman-teman lain, di antaranya seorang Kristen dari AS. Kami berbincang, berdiskusi, lalu saya pindah agama setahun kemudian dan dia membaptis saya," lanjutnya.

Organisasi hak asasi manusia Humanists International menyebut legislasi Libya sebagain besar didasarkan pada agama. Sebuah konstitusi interim yang disahkan usai penggulingan Muammar Khadafi sejatinya mengamanatkan kebebasan beragama dan beribadah.

Akan tetapi, bentrok terus-menerus dan konflik politik antara pemerintah Islamis di Tripoli dan pemerintah sekuler di Tobruk membuat konstitusi baru Libya ditangguhkan.

Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Vyara-Lestari

Sumber : The Guardian


TERBARU