> >

Sejarah Pasang Surut Hubungan Arab Saudi dan Iran yang Kini Tidak Mau Lagi Diadu Domba

Kompas dunia | 6 April 2023, 19:13 WIB
Dalam foto yang dirilis Xinhua, tampak Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran Ali Shamkhani (kanan) berjabat tangan dengan penasihat keamanan nasional Arab Saudi, Musaad bin Mohammed al-Aiban (kiri) didampingi Wang Yi, diplomat paling senior China, di Beijing, Sabtu, 11 Maret 2023. (Sumber: Luo Xiaoguang/Xinhua via AP)

 

DUBAI, KOMPAS.TV - Menteri Luar Negeri Iran dan Arab Saudi bertemu di China pada Kamis (6/4/2023), dalam pertemuan formal pertama antara diplomat paling senior kedua negara dalam lebih dari tujuh tahun terakhir, menurut siaran televisi negara Saudi, Al Ekhbariya.

Setelah bertahun-tahun permusuhan yang memicu konflik di seluruh Timur Tengah, Tehran dan Riyadh sepakat mengakhiri perselisihan diplomatik mereka dan membuka kembali kedutaan besar dalam perjanjian besar yang difasilitasi oleh China pada Maret lalu.

Peran rahasia Beijing dalam terobosan antara Tehran dan Riyadh mengguncang dinamika di Timur Tengah, di mana Amerika Serikat selama beberapa dekade menjadi mediator utama, memamerkan keamanan dan otot diplomatiknya.

1979: Revolusi Iran

Para penguasa Arab Saudi menyaksikan dengan takjub saat Shah Mohammed Reza Pahlavi, sesama dinasti, digulingkan oleh para ulama muslim Syiah. Riyadh memandang mereka sebagai orang-orang yang bertekad untuk mengekspor Revolusi Islam mereka.

1980-1988: Perang Iran-Irak

Iran marah atas dukungan Arab Saudi terhadap Irak selama perang Iran-Irak 1980-88, di mana Baghdad menggunakan senjata kimia.

1987-88: Makkah

Hubungan antara Arab Saudi dan Iran sangat tegang pada Juli 1987 ketika 402 jemaah haji, termasuk 275 jemaah haji Iran, meninggal dalam bentrokan di kota suci Makkah. Demonstran menduduki kantor kedutaan besar Arab Saudi di Teheran dan membakar gedung kedutaan besar Kuwait.

Seorang diplomat Saudi meninggal di Teheran akibat luka-luka setelah terjatuh dari jendela kedutaan dan Riyadh menuduh Tehran menunda pemindahannya ke rumah sakit di Arab Saudi.

Raja Fahd memutuskan hubungan dengan Iran pada 1988. Hubungan dipulihkan tahun 1991.

Baca Juga: Kesepakatan Menggemparkan Menlu Iran dan Arab Saudi dalam Pertemuan Resmi di Beijing Hari Ini

Dalam foto yang dirilis Kementerian Luar Negeri Iran, tampak Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian (kiri) berjabat tangan dengan sejawatnya dari Arab Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud (kanan) disaksikan sejawat mereka dari China, Qin Gang, di Beijing, China, Kamis, 6 April 2023. (Sumber: AP Photo/IRNA)

1997: KTT Pemimpin Islam

Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Abdullah mengunjungi Iran yang bukan negara Arab, untuk menghadiri KTT Islam pada bulan Desember. Ia menjadi petinggi Saudi tertinggi yang melakukan hal itu sejak Revolusi Islam.

1999-2001: Waktu yang Lebih Baik

Raja Saudi Fahd mengucapkan selamat kepada Presiden Iran Mohammad Khatami atas kemenangannya dalam pemilu pada tahun 2001, mengatakan bahwa ini merupakan dukungan untuk kebijakan reformisnya.

Khatami telah bekerja untuk memperbaiki hubungan dengan Riyadh setelah kemenangan telak pertamanya pada tahun 1997. Khatami mengunjungi Arab Saudi, kunjungan pertama sejak 1979. Hubungan yang lebih baik ditandai dengan pakta keamanan pada April 2001.

2003-2012: Meningkatnya Ketegangan Regional

Invasi yang dipimpin oleh AS pada tahun 2003 yang menjatuhkan Saddam Hussein di Irak, memberi kekuatan kepada warga mayoritas Syiah di negara itu dan menghasilkan pergeseran dalam politiknya yang menjadi lebih condong ke Iran.

Pembunuhan mantan perdana menteri Lebanon, Rafik al-Hariri, pada tahun 2005, sekutu dekat Arab Saudi, menyiapkan panggung untuk perebutan kekuasaan di Beirut yang mempertemukan Iran dan sekutunya di satu pihak, termasuk Suriah, dan negara-negara Arab Teluk yang dipimpin Sunni yang bersekutu dengan AS di sisi lain.

Lebanon semakin jatuh di bawah pengaruh kelompok Hezbollah yang didukung Iran.

Sekitar 15 tahun kemudian, pengadilan yang didukung PBB memvonis tiga anggota Hezbollah secara in absentia atas pembunuhan Hariri. Kelompok itu membantah peran apapun, menggambarkan pengadilan tersebut sebagai alat yang digunakan musuh-musuhnya.

Perang tahun 2006 antara Israel dan Hezbollah memperkuat kecurigaan Arab Saudi bahwa Teheran menciptakan aliansi regional baru yang mengancam kepentingannya.

Program energi nuklir Iran yang kontroversial meningkatkan ketakutan Arab Saudi bahwa Teheran, di bawah pengganti Khatami, Mahmoud Ahmadinejad yang nasionalis garis keras, bertekad untuk mendominasi kawasan Teluk.

Menurut kabel Wikileaks, Raja Arab Saudi Abdullah mengatakan kepada para diplomatnya sendiri pada tahun 2008 bahwa ia ingin AS "memutus kepala ular".

Baca Juga: Arab Saudi akan Undang Presiden Suriah Bashar al-Assad ke KTT Liga Arab, Sinyal Perubahan Geopolitik

Raja Salman dari Arab Saudi dilaporkan setuju bergabung dengan Organisasi Kerjasama Shanghai sebagai mitra dialog atau dialogue partner, seperti laporan Saudi Press Agency hari Rabu, (29/3/2023) menjadi indikasi terbaru dari hubungan politik yang lebih merapat dengan China. (Sumber: Saudi Press Agency SPA)

2011: Revolusi Musim Semi Arab

Arab Saudi melihat dengan ngeri saat pemberontakan pro-demokrasi bergerak ke timur dari Tunisia dan Mesir ke Teluk. Demonstrasi di Bahrain dianggap sebagai garis merah karena khawatir mayoritas Syiah di pulau itu akan berkuasa dan bersekutu dengan Iran.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV/Straits Times


TERBARU