> >

Curhat Dokter di Suriah yang Rawat Korban Gempa: Situasi Terburuk yang Pernah Saya Alami

Kompas dunia | 9 Februari 2023, 12:46 WIB
Dr Ahmed Al-Masri, tengah menolong perempuan korban gempa di Suriah. (Sumber: SAMS Via BBC)

AFRIN, KOMPAS.TV - Seorang dokter mengungkapkan curahan hatinya saat merawat korban gempa di Suriah.

Gempa yang berpusat di Kahramanmaras, Turki, Senin (6/2/2023), dengan kekuatan Magnitudo 7,8 dan 7,5 ikut melululantahkan Suriah.

Pasalnya, pusat gempa berdekatan dengan perbatasan di kedua negara.

Dokter Ahmed al-Masri mengungkapkan apa yang dialaminya saat merawat pasien gempa.

Baca Juga: Bayi 2 Bulan Ditemukan Selamat di Reruntuhan Gedung Gempa Turki, Isap Jempol saat Ditarik Keluar

Ia pun terus bekerja lebih dari 30 jam setelah gempa tersebut terjadi, dan mulai kelelahan.

Ia dan seorang dokter lainnya merawat sejumlah besar orang yang cedera dan dibawa ke rumah sakit mereka di Afrin, kota di barat laut Suriah yang dikuasai oposisi.

 

Di Suriah sendiri ribuan orang dilaporkan tewas karena gempa dahsyat tersebut.

Ketika itu, seorang bocah berusia tujuh tahun bernama Mohammed tiba, ia baru dikeluarkan setelah sempat terkubur di bawah reruntuhan rumahnya yang ambruk.

Penyelamat menemukannya tergeletak di samping jasad ayahnya, yang tewas bersama ibu dan saudara Mohammed.

“Tatapan mata anak itu berefek kepada saya. Saya tak tahu kenapa, tetapi ketika ia melihat saya, saya mulai menangis,” ujar Dr Ahmed dikutip dari BBC.

Dr Ahmed mengatakan ia merasa bocah tersebut mempercayainya, dan ia tahu saat ini berada di tangan yang aman.

“Saya juga merasa ia memiliki begitu banyak kekuatan, seperi bagaimana ia bertahan dari rasa sakit cederanya. Apa yang membuat bocah tujuh tahun begitu kuat dan ulet?” ujarnya.

Dr Ahmed merupakan ahli bedah residen di Rumah Sakit Al-Shifa, yang didukung oleh yayasan Masyarakat Medis Suriah-Amerika (SAMS).

Ia mengatakan telah menerima lebih dari 200 pasien, setelah gempa tersebut.

Dr Ahmed juga merawat seorang penyintas berusia 18 bulan yang dibawa oleh penyelamat.

Ia kemudian memeriksanya dan menemukan bahwa kondisi bocah itu baik-baik saja.

Namun, kemudian ia menyadari orang tua anak itu tak bersamanya.

“Tiba-tiba ayahnya berlari ke arahnya dan memeluknya, menangis bersenggukan,” ujarnya.

“Ayahnya mengatakan kepada saya bahwa ia adalah satu-satunya penyintas di keluarganya. Sisa keluarganya telah terbaring di luar koridor, tewas,” ucapnya.

Ia pun menegaskan bahwa yang dirasakannya setelah gempa, adalah situasi terburuk yang dialami seorang dokter.

“Masa terburuk yang dialami seorang dokter adalah dalam situasi seperti ini. Ketika Anda tak mampu menyelamatkan pasien, atau mengurangi rasa sakit seseorang. Itu adalah hal terburuk yang bisa Anda rasakan,” ujarnya,

Saat menangani pasien, Dr Ahmed juga harus menghadapi ketidaktahuan atas kondisi keluaraganya, karena pasokan listrik dan internet putus.

Baca Juga: Jumlah Korban Jiwa Gempa di Turki Lewati 12.000, Erdogan Mengaku Sempat Tak Siap Menghadapinya

Orang tua dan keluarganya tinggial beberapa ratus meter dari rumah sakit.

Namun, istri dan anak-anaknya hidup di seberang perbatasan di selatan Turki, Kota Gaziantep, yang dekat dengan pusat gempa dan terdampak parah.

“Perasaan terburuk yang Anda miliki saat krisis saat ini tak tahu apakah keluarga dan orang yang Anda cintai baik-baik saja,” katanya.

“Kami melihat pasien dengan dua mata, satu untuk menilai cedera mereka, dan yang lainnya untuk melihat apakah pasien anggota keluarga atau bukan,” kata Dr Ahmed.

Penulis : Haryo Jati Editor : Desy-Afrianti

Sumber : BBC


TERBARU