> >

Kisah China dan AS Bersaing Tanamkan Pengaruh di Indonesia, Beijing Unggul tapi AS pun Tak Menang

Kompas dunia | 3 Februari 2023, 07:05 WIB
Terletak di seberang tepi selatan Laut Cina Selatan, Indonesia oleh laporan New York Times dipandang negara sarat sumber daya ekonomi triliunan dolar yang tumbuh cepat dan populasi besar. Indonesia adalah hadiah besar dalam pertempuran geopolitik antara Washington dan Beijing untuk menancapkan kuku pengaruh di Asia. (Sumber: Kompas TV)

Dalam waktu kurang dari satu dekade, China memperdalam hubungannya dengan Indonesia, dalam banyak kasus bersaing langsung dengan AS.

Sebuah perusahaan China, Tsingshan, mendominasi penambangan nikel Indonesia, misalnya, dan China juga membangun pembangkit listrik tenaga batu bara dan mengolah nikel mentah menjadi bentuk yang cocok untuk baja tahan karat dan baterai kendaraan listrik.

Dengan demikian, China menjawab panggilan Jokowi untuk pemrosesan tambahan di Indonesia, yang terkenal dengan hilirisasi, menciptakan lebih banyak produk bernilai tinggi untuk nikel, meskipun dengan lebih memperhatikan lingkungan.

Indonesia yang terpukul parah oleh pandemi juga mampu mengamankan pasokan awal vaksin buatan China. Saat itu, Presiden Trump menjelaskan, orang Amerika akan divaksinasi sebelum vaksin buatan AS diekspor.

Pada awal Desember 2020, muatan pesawat pertama Sinovac, vaksin buatan China, mendarat di Indonesia. Rekaman televisi tentang kedatangan vaksin muncul di seluruh negeri. Ulama Indonesia menyatakan vaksin itu bersertifikat halal.

Meski begitu, hubungan China dan Indonesia bukannya tanpa tantangan.

Ketika Indonesia mengumumkan bahwa China akan membangun kereta api berkecepatan tinggi sepanjang 88 mil senilai US$5,5 miliar dari Jakarta ke Bandung, sebuah ibu kota provinsi, proyek tersebut dijanjikan akan selesai pada tahun 2019.

Baca Juga: AS Deg-degan Gara-Gara Putra Mahkota Arab Saudi Pertemukan Pemimpin Teluk Arab dengan Xi Jinping

Rangkaian Kereta Cepat Jakarta-Bandung mulai dikirim dari China pada 21 Agustus lalu dan secara bertahap dilanjutkan hingga 2023. (Sumber: KCIC)

Namun, keuangan proyek tersebut tidak masuk akal sejak awal, kata Faisal Basri, seorang ekonom terkemuka di Universitas Indonesia, dan seorang kritikus proyek tersebut.

Penjualan tiket tidak akan memberikan pendapatan yang cukup, harga tanah yang sangat mahal dan stasiun terakhir akan berhenti bermil-mil jauhnya dari Bandung, memaksa penumpang untuk menyelesaikan perjalanan mereka dengan cara lain.

Proyek ini sekarang terlambat tiga tahun, dan kelebihan biaya bisa mencapai US$1,9 miliar, menurut Katadata yang dikutip New York Times.

Kesepakatan pembiayaan kembali yang sedang didiskusikan oleh pemerintah Indonesia dan Beijing kemungkinan akan mengakibatkan China meningkatkan kepemilikan sahamnya dari 40 persen menjadi 60 persen, kata Faisal Basri.

Uji coba untuk memamerkan kereta selama pertemuan Kelompok 20 pada November lalu bersama Xi dan Jokowi, dibatalkan.

Satu set lengkap gerbong baru mengkilap yang dikirim dari Tiongkok untuk acara tersebut, teronggok diam di hanggar.

Saat Washington berupaya memperkuat hubungan di Asia untuk melawan pengaruh China, Indonesia tetap berhati-hati, berhati-hati agar tidak membuat Beijing mendelik.

Sangat disesalkan oleh pemerintahan Biden, Indonesia sangat menentang rencana AS untuk mempersenjatai sekutunya, Australia, dengan kapal selam bertenaga nuklir.

Baca Juga: Jokowi dan Xi Jinping Bertemu, Ini 7 Kesepakatan Kerja Sama antara Indonesia dan China

Peta Belt and Road Initiative China, atau Prakarsa Sabuk dan Jalan. BRI sebelumnya bernama Jalan Sutra Baru, lalu berubah menjadi Satu Sabuk, Satu Jalan. (Sumber: asiagreen.com)

Pejabat Indonesia mengatakan mereka ingin memiliki zona bebas nuklir di sekitar wilayahnya. Padahal, kapal-kapal selam itu perlu berlayar melalui atau melewati perairan Indonesia bila ada pertempuran antara AS dan China untuk memperebutkan Taiwan.

“Kami akan tetap netral dalam konflik AS-Tiongkok atas Taiwan," kata Santo Darmosumarto, Direktur Urusan Asia Timur dan Pasifik di Kementerian Luar Negeri Indonesia.

Netralitas Indonesia mempersulit upaya Washington yang meluas di Asia untuk melawan China, kata Hugh White, ahli strategi pertahanan Australia.

“Secara militer, akses ke pangkalan di Indonesia akan menjadi aset besar bagi pasukan AS dalam perang memperebutkan Taiwan, tapi itu tidak akan terjadi,” kata White.

Agustus lalu, militer Indonesia berpartisipasi dengan pasukan AS dalam latihan udara, darat dan laut multinasional. Tetapi banyak dari senjata yang digunakan berasal dari Rusia, dan membeli pengganti dari AS tampaknya tidak mungkin.

Sedangkan Februari lalu, Indonesia membeli 42 jet tempur Rafale dari Prancis.

Beberapa minggu setelah Menhan AS Lloyd Austin pergi ke Indonesia pada November, Jakarta memutuskan untuk tidak membeli jet tempur F-15 dengan alasan anggaran, menurut dua pejabat pemerintah Biden yang mengetahui diskusi tersebut. Para pejabat itu mengatakan mereka diberitahu bahwa biayanya terlalu mahal, mengingat fokus Indonesia pada agenda domestiknya.

Austin meninggalkan Indonesia dengan hasil yang tipis: beberapa program pelatihan tambahan di AS untuk pelajar militer Indonesia. Sementara, personel militer Indonesia itu juga berlatih di Rusia dan China.

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV/New York Times


TERBARU