> >

Demi Berhemat di Tengah Krisis, Sri Lanka Pangkas Sepertiga Kekuatan Militernya hingga Tahun 2030

Kompas dunia | 14 Januari 2023, 04:05 WIB
Sri Lanka akan memangkas tentaranya sepertiga menjadi 135.000 personel pada tahun depan dan menjadi 100.000 pada 2030, kata menteri pertahanan Sri Lanka hari Jumat, (13/1/2023) (Sumber: Straits Times)

COLOMBO, KOMPAS.TV - Sri Lanka akan memangkas tentaranya sepertiga menjadi 135.000 personel pada tahun depan dan menjadi 100.000 pada 2030, kata menteri pertahanan Sri Lanka hari Jumat, (13/1/2023) seperti laporan Straits Times.

Langkah tersebut merupakan bagian dari upaya memangkas biaya dalam menghadapi krisis ekonomi terburuk di negara itu dalam lebih dari tujuh dekade.

“Pengeluaran militer pada dasarnya adalah pengeluaran yang ditanggung negara yang secara tidak langsung merangsang dan membuka jalan bagi pertumbuhan ekonomi dengan cara memastikan keamanan nasional dan manusia,” kata Premitha Bandara Thennakoon dalam sebuah pernyataan.

Tujuan dari langkah ini adalah untuk menciptakan kekuatan pertahanan yang “secara teknis dan taktis sehat dan seimbang” tahun 2030, kata Thennakoon.

Jumlah angkatan bersenjata Sri Lanka memuncak antara 2017 dan 2019, dengan 317.000 personel, menurut data Bank Dunia.

Jumlah itu lebih tinggi, bahkan jika dibandingkan dengan ukurannya selama konflik 25 tahun dengan Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE) yang berakhir pada 2009.

Pangsa sektor pertahanan dalam total pengeluaran Sri Lanka memuncak pada tahun 2021, sebesar 2,31 persen dari produk domestik bruto (PDB), tetapi turun menjadi 2,03 persen tahun lalu, menurut kelompok pemikir Verite Research yang berbasis di Kolombo.

Negara kepulauan berpenduduk 22 juta orang itu terpaksa memangkas pengeluaran pemerintah setelah terpuruk dalam krisis ekonomi yang parah tahun lalu ketika cadangan devisa mengering.

Baca Juga: Selain Sri Lanka dan Inggris, Ini Daftar Belasan Negara yang Alami Krisis Ekonomi

Tentara Sri Lanka. Sri Lanka akan memangkas tentaranya sepertiga menjadi 135.000 personel pada tahun depan dan menjadi 100.000 pada 2030, kata menteri pertahanan Sri Lanka hari Jumat, (13/1/2023). (Sumber: AP Photo/Eranga Jayawardena)

Saat pandemi dan perang Rusia-Ukraina menghantam dunia, banyak negara di dunia yang mengalami resesi dan krisis ekonomi. Yang masih segar di ingatan, saat pemerintah Sri Lanka menyatakan negaranya sebagai negara bangkrut, karena tidak mampu membayar utang luar negerinya.

Harga-harga di Sri Lanka melonjak tajam, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal terjadi, dan rakyat mengamuk merangsek masuk ke istana presiden. Krisis juga mampir di negara maju seperti Inggris, yang bahkan membuat anak-anak sekolah kelaparan karena orangtuanya tak mampu menyediakan bekal makan siang.

Sri Lanka mendapat pinjaman dari Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF), sebesar 2,9 miliar dollar AS. Jumlah itu sekitar Rp43,2 triliun (kurs Rp14.884).

Pinjaman itu diberikan dengan pengaturan 48 bulan di bawah Fasilitas Dana yang Diperpanjang (Extended Fund Facility/EFF).

IMF mengatakan, pengaturan EFF baru itu akan mendukung program Sri Lanka guna memulihkan stabilitas ekonomi.

"Sri Lanka sedang menghadapi krisis akut. Kerentanan berkembang karena penyangga (buffer) eksternal yang tidak memadai dan dinamika utang publik yang tidak berkelanjutan," demikian pernyataan resmi IMF, seperti dikutip dari Antara, Senin (5/9/2022).

IMF mengungkapkan kondisi ekonomi Sri Lanka saat ini. Ekonomi negara itu akan minus 8,7 persen pada 2022, inflasi tembus 60 persen, dan dampaknya ditanggung secara tidak proporsional oleh masyarakat miskin dan rentan.

"Berdasarkan keadaan ini, program otoritas Sri Lanka, yang didukung oleh IMF, akan bertujuan untuk menstabilkan ekonomi, melindungi mata pencaharian rakyat Sri Lanka, dan mempersiapkan landasan bagi pemulihan ekonomi serta mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif," kata IMF.

 

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV/Straits Times


TERBARU